Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

WeLoveBalikpapan: Antara Crowdsourcing, Hype dan Big Data

20 Mei 2015   09:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_418765" align="aligncenter" width="578" caption="Balikpapan dinobatkan sebagai Kota Paling Dicintai di Dunia oleh WWF (WeLoveCities)"][/caption] Pada akhir Januari lalu sebuah email datang ke mailbox saya. Pengirimnya dari Jessie Normansyah, salah satu relawan dan pegiat lingkungan Balikpapan dari Earth Hour Balikpapan (@EHBalikpapan). Mereka meminta bantuan agar akun Twitter informasi perkotaan @KotaBalikpapan yang turut saya kelola, ikutserta dalam campaign #WeLoveBalikpapan. @KotaBalikpapan adalah akun Twitter informasi perkotaan terbesar di Indonesia Tengah dengan 110.000 lebih follower. #WeLoveBalikpapan adalah campaign dukungan untuk Balikpapan yang sedang masuk jadi nominator program We Love Cities yang digelar World Wide Fund (WWF) sebagai kota paling dicintai di dunia dengan pembangunan yang berkelanjutan. Saingannya 47 kota ngetop se-dunia. Mulai Singapore sampai Seoul, dari Paris sampai Vancouver. Dari Indonesia juga ada Jakarta dan Semarang. Saya sempat ciut melihat para saingan. Ciut bukan karena mereka kota besar dan ngetop, tapi penentuan cara pemenangnya yang semua lewat online. Ada 3 cara pemberian dukungan: memberikan masukan pengembangan kota lewat form online, voting setiap hari di situs WeLoveCities, dan upload foto kota di Twitter dan Instagram dengan hashtag sesuai kota (#WeLoveBalikpapan untuk Balikpapan). Kompetisi ini dilakukan sampai awal April 2015. Secara kuantitatif populasi, Balikpapan yang penduduknya 600 ribu orang jelas bukan tandingan kota-kota itu. Jadi kalau mau hitungan 'banyak-banyakan', Balikpapan jelas kalah banyak. Dari data yang saya olah, pengguna Twitter di Balikpapan maksimal 'hanya' 330.000 orang. Kalau ditandingkan dengan Jakarta yang 'Ibukota' Twitter itu, Balikpapan jelas bukan apa-apa. Apalagi kalau dengan Paris yang merupakan kota destinasi dunia, pasti mereka punya tambahan populasi. Itu bila kita mengagregasi Balikpapan dan pesaingnya secara kuantitatif. Secara kualitatif, gelap. Karena saat itu saya sedang sibuk dengan beberapa project lain, maka campaign #WeLoveBalikpapan di @KotaBalikpapan saya serahkan ke kawan lain yang juga pengelola. Setelah itu saya mengamati dari jauh saja.

HYPE

Satu-satunya faktor saya tidak bisa mengukur persaingan secara kualitatif karena faktor penilaian terakhir menggunakan hashtag di Twitter dan Instagram. Ini Big Data yang kompleks karena penuh dengan noise, tidak otentik dan berpotensi sangat besar di-abuse (salahgunakan). Saya tak punya informasi apapun soal cara WWF menfilter penggunaan hashtag. Bisa-bisa spam juga dihitung. Jangan-jangan hashtag non-foto dan tidak otentik juga tercampur. Social media adalah tempatnya menciptakan hype. Dalam marketing, hype adalah sesuatu yang dipublikasikan secara berlebihan dan didorong jadi tren sesaat, padahal nilainya tidak setinggi yang digembar-gemborkan. Menciptakan hype di social media sangat mudah. Gerakkan saja banyak buzzer, minta retweet dan engage terus-menerus. Bisa juga pakai cara black hat (curang). Trending topic Twitter Indonesia yang 'aneh-aneh' adalah salah satu bukti mudahnya orang Indonesia menciptakan hype.  Nah, kalau hashtag #WeLove(kota) itu dicampur semua secara kuantitatif, WWF hanya jadikan We Love Cities ini sebagai ajang hype saja. Tapi karena saya tak punya informasinya, makanya saya bilang gelap. Pada awal Maret, saya membaca berita di Kaltim Post bahwa Balikpapan sedang ada di urutan kedua setelah Paris. Saya terperangah. Kok bisa Balikpapan melampaui kota-kota lain? Maka saya coba ukur performa #WeLove(kota) itu beberapa analytic tool. [caption id="attachment_1707" align="aligncenter" width="600" caption="Perbandingan #WeLoveBalikpapan #WeLoveJakarta dan #WeLoveSemarang (@SoclabID)"]

[/caption] [caption id="attachment_1706" align="aligncenter" width="600" caption="Perbandingan #WeLoveBalikpapan dan #WeLoveParis (@SoclabID)"]
Perbandingan #WeLoveBalikpapan dan #WeLoveParis (@SoclabID)
Perbandingan #WeLoveBalikpapan dan #WeLoveParis (@SoclabID)
[/caption]

Dari data perbandingan kuantitatif, #WeLoveBalikpapan memang melampaui #WeLoveJakarta, #WeLoveSemarang dan #WeLoveParis. Tapi di puncak kurva kita bisa melihat tweet #WeLoveBalikpapan terpopuler adalah dari @KotaBalikpapan yang isinya spam. Dan dari alat ukur lain, @KotaBalikpapan masih jadi influencer utama #WeLoveBalikpapan. Hampir semua tweet @KotaBalikpapan berkonten #WeLoveBalikpapan yang viral bernuansa spam. Kalau mau 'lomba spam' @KotaBalikpapan tidak ada apa-apanya kalau di adu dengan buzzer kota lain yang followernya sampai jutaan seperti @InfoJakarta dan @Paris. [caption id="attachment_1711" align="aligncenter" width="600" caption="Data asal trafik #WeLoveBalikpapan (@SoclabID)"]

[/caption] [caption id="attachment_1710" align="aligncenter" width="600" caption="Data asal trafik #WeLoveParis (@SoclabID)"]
Data trafik #WeLoveParis (@SoclabID)
Data trafik #WeLoveParis (@SoclabID)
[/caption] [caption id="attachment_1708" align="aligncenter" width="600" caption="Trafik #WeLoveBalikpapan via Twitter dan Instagram (@SoclabID)"]
Trafik #WeLoveBalikpapan via Twitter dan Instagram (@SoclabID)
Trafik #WeLoveBalikpapan via Twitter dan Instagram (@SoclabID)
[/caption] [caption id="attachment_1709" align="aligncenter" width="600" caption="Trafik #WeLoveParis via Twitter dan Instagram (@SoclabID)"]
Trafik #WeLoveParis via Twitter dan Instagram (@SoclabID)
Trafik #WeLoveParis via Twitter dan Instagram (@SoclabID)
[/caption]

Dari data trafik, #WeLoveBalikpapan dominan di Twitter. Trafik ke situs WeLoveCities untuk vote dan memasukkan saran sangat rendah. Data ini berbanding terbalik dengan #WeLoveParis yang trafiknya mendominasi ke situs, tapi rendah di Twitter. Artinya, warga Balikpapan lebih banyak berkontribusi di Twitter dalam bentuk tweet dan hashtag. Sementara Paris lebih banyak berkontribusi lewat vote dan saran di situs. Dari data-data ini saya mengambil hipotesis: kalau #WeLoveCities dirancang jadi hype, Balikpapan menang. Kalau WWF punya manajemen Big Data yang ideal, Paris menang. Saya sempat menyarankan kepada kawan-kawan @EHBalikpapan sebagai penggerak utama #WeLoveBalikpapan dan @KotaBalikpapan sebagai buzzer kunci, agar lebih berhati-hati. Bila Balikpapan menduduki peringkat ke-2 sementara, data menunjukkan Balikpapan unggul di hype. Keunggulan hype #WeLoveBalikpapan ini akan dengan sangat mudah dilibas oleh kota lain yang menang jumlah populasi. Misal, kalau @InfoJakarta dan buzzer Jakarta lain bergerak, dalam 1-2 hari #WeLoveJakarta bisa melibas #WeLoveBalikpapan. Karena itu saya sarankan kepada mereka untuk meningkatkan trafik ke situs dan jangan terlalu terbuai dengan campaign di Twitter. Saya juga bantu membuatkan link singkat vote dari sebelumnya www.welovecities.org/balikpapan menjadi bit.ly/votebpn yang bisa dipantau trafiknya secara berkala.

CROWDSOURCING DAN VOLUNTARISME

Apakah Balikpapan hanya jagoan hype? Tidak. Hype itu diciptakan dan dikelola buzzer informasi perkotaan Balikpapan yang digandeng EHBalikpapan, terutama @KotaBalikpapan. Di luar itu, EHBalikpapan sangat luar biasa menggalang partisipasi publik untuk #WeLoveBalikpapan ke berbagai kalangan. Hampir setiap hari selama 3 bulan mereka melakukan roadshow ke perkantoran, sekolah dan tempat umum lainnya untuk meminta dukungan vote #WeLoveBalikpapan. Padahal mereka samasekali tidak dibayar, tapi kerjanya tidak kenal lelah. Kawan-kawan EHBalikpapan juga bekerja bersama Pemkot Balikpapan. Walikota Balikpapan Rizal Effendi sendiri yang meng-endorse program #WeLoveBalikpapan ke masyarakat. Beliau mengirimkan surat edaran ke seluruh perusahaan di Balikpapan agar memasang spanduk di kantor mereka yang ikut mempromosikan #WeLoveBalikpapan. Surat kabar lokal seperti Kaltim Post dan Tribun Kaltim juga sangat aktif mengabarkan perkembangan dan campaign #WeLoveBalikpapan. Sehingga, #WeLoveBalikpapan di lapangan benar-benar menjadi kerja bersama (crowdsourcing) semua kalangan yang digerakkan oleh EHBalikpapan secara voluntir. Sementara di dunia maya, hampir semua buzzer informasi perkotaan Balikpapan ikut serta --- dan menciptakan hype (entah ini nakal atau cerdik). [caption id="attachment_1682" align="aligncenter" width="600" caption="Semua lapisan masyarakat dan aparat bahu-membahu dalam kampanye #WeLoveBalikpapan (Twitter)"]

[/caption]

Di Twitter dan Instagram anda akan dengan mudah menemukan sangat banyak foto-foto Balikpapan lewat hashtag #WeLoveBalikpapan. Begitu juga foto-foto kegiatan campaign #WeLoveBalikpapan di lapangan. Jumlahnya melampaui foto kota lain, bahkan #WeLoveJakarta. Hingga pada awal April, WWF mengumumkan bahwa Balikpapan menjadi juara 1 #WeLoveCities ini. Walikota Rizal Effendi menerima penghargaannya dari Direktur Pengembangan Bisnis Internasional WWF Jean-Paul Paddack di Seoul, Korea Selatan pada 9 April. [caption id="attachment_418769" align="aligncenter" width="606" caption="Walikota Balikpapan Rizal Effendi (tengah) menerima penghargaan The Most Loveable Sustainable City 2015 dari Direktur Pengembangan Bisnis Internasional WWF Jean-Paul Paddack (tengah). (Tribun Kaltim)"]

14320914211491130743
14320914211491130743
[/caption]

INTEREST, PARTISIPASI DAN BIG DATA

Lewat tulisan 'Balikpapan: Dari Hutan ke Kota Paling Dicintai di Dunia' saya menceritakan soal warga Balikpapan yang punya 3 karakter: gemar bahu-membahu, cinta lingkungan dan gemar bersocial media. Karakter ini tumpah lewat #WeLoveBalikpapan. Kecintaan terhadap lingkungan sudah mendarahdaging bagi warga Balikpapan. Itu sebabnya kota ini mendapatkan Adipura sampai 17 Kali. Jadi, ketika diminta partisipasinya dalam campaign lingkungan hidup, samasekali tidak ada masalah. Kalau saja campaign ini soal politik, pasti akan sangat jauh lebih rendah hasilnya. Warga Balikpapan memang dikenal 'berlibido rendah' dalam isu politik. Jadi, #WeLoveBalikpapan berhasil menampung interest (ketertarikan) warga Balikpapan soal lingkungan hidup. Sebagai kota yang dibangun oleh para imigran yang heterogen, warga Balikpapan sudah sejak lama memahami, menerima dan mengelola perbedaan. Sebagai sebuah kota industri, masyarakatnya sangat terbiasa bekerja keras dan bahu-membahu. Kelompok usia muda Balikpapan juga memiliki karakter Millennial yang peduli dengan kondisi sekitar. Itu sebabnya di Balikpapan sangat banyak kelompok aktivis dan voluntir anak muda yang bergerak di berbagai bidang yang umumnya adalah pemberdayaan, kreativitas dan lingkungan hidup. Perekonomian Balikpapan juga sangat baik. Penetrasi internet serta pertumbuhan bandwith tumbuh sangat cepat. Membeli ponsel pintar dan koneksi internet samasekali bukan masalah. Ini yang menjadi pintu masuk mereka ke social media. Dari data di atas, jumlah pengguna Facebook Balikpapan bahkan separuh lebih dari populasi. Dari performa yang saya pantau dari akun @KotaBalikpapan, setiap hari rata-rata ada 1.500 mention dan setiap tweet memiliki rata-rata 2.000 impression. Artinya, warga Balikpapan memang gemar sekali bersocial media. Lalu kenapa kota pesaing lain kalah oleh Balikpapan? Menurut saya karena tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa dari 3 faktor di atas (interest, partisipasi dan big data).  Misal, saya tidak melihat buzzer besar Jakarta #WeLoveJakarta ikut dalam partisipasi. Gerakan di lapangan juga sangat sedikit yang bisa saya amati dari foto. Soal interest, mungkin isu lingkungan hidup bukan topik yang disukai di Jakarta. Meski soal Big Data Balikpapan bukan lawannya Jakarta, tapi dari faktor partisipasi dan interest Jakarta tampaknya campaign #WeLoveCities bukan topik yang mengena. Bisa saja #WeLoveBalikpapan dianggap sekedar hype. Tapi hype itu tidak akan berhasil tanpa partisipasi dan interest -- yang menjadikan #WeLoveBalikpapan bukan hype lagi. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun