Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama FEATURED

Menyelamatkan Koran dari Kiamat

5 Januari 2016   09:58 Diperbarui: 2 Januari 2018   21:10 20525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartun kematian satu demi satu media dan teknologi lama. (sumber: loo.me)

Cara dan kultur anak muda sebagai generasi mendatang tak lagi sama dalam mengonsumsi berita dan informasi. Anak muda tak lagi membaca koran, setidaknya tidak membaca dengan cara lama. Mereka mengonsumsi informasi sebagai komoditas gratis di internet dan mereka temukan dari jejaring pertemanan media sosial. Maka, model bisnis informasi atau berita berbayar tidak akan berhasil untuk generasi selanjutnya.

Kedua, fokus pada niche atau ceruk informasi.

Orang akan bersedia membayar demi nilai unik yang terkandung dalam komoditas. Dan tak ada satu komoditas generik yang cocok bagi semua orang. Lupakan model ragam rubrik seperti yang terdapat di koran yang niatnya untuk melayani semua kalangan. Internet tak akan bekerja seperti itu. Contohlah The Economist yang fokus pada niche informasi seputar ekonomi dan bisnis serta berhasil membangun reputasinya di sana. Saat ini The Economist versi online telah berhasil menghimpun hampir 1 juta pelanggan melampaui majalah Newsweek, dan berhasil membangun preposisinya.

Ketiga, fokus pada user experience.

Tantangan bagi para pengembang di era ini adalah menghadirkan produk mereka di berbagai platform. Orang tak lagi mengakses internet hanya melalui komputer, tapi juga smart device. Para pengguna memiliki perilaku masing-masing ketika menggunakan berbagai perangkat tersebut. Tidak akan sama cara membaca di layar komputer dengan di smart phone. 

Memuaskan pembaca di berbagai perangkat dengan segala perilaku uniknya (user experience), menjadi tantangan berat berikutnya. Begitu juga dengan tantangan memaksimalkan pengalaman atas konten multimedia di berbagai perangkat itu. Bukan hanya user experience dari sisi pembaca yang mesti diperhatikan, tapi juga pihak pengiklan.

Keempat, media sebagai open platform.

Profesi wartawan tak bisa lagi hanya bertindak sebagai content creator dan media sebagai content provider. Lebih jauh dari itu, mereka sudah harus mewujud sebagai kurator dan kolaborator dalam menghimpun semua potensi yang berada di luar dinding perusahaan untuk bersama-sama menciptakan nilai baru. Seperti yang dilakukan The New York Times atau The Guardian's.

Masa depan informasi berada dalam ekosistem terbuka dimana setiap manusia sanggup memproduksi konten masing-masing: artikel, foto, video. Semua orang adalah 'sensor yang hidup'. Setiap orang dengan kecerdasan dan modal pengetahuannya masing-masing adalah sumberdaya konten bernilai tinggi. Huffpo telah mewujudkan sebuah patron dimana organisasi media era digital dijalankan secara ideal, dan akan makin banyak yang mengikuti model ini.

***

Beberapa tahun lalu, koran The Washington Post membentuk sebuah focus group yang mencaritahu mengapa orang di bawah usia 45 tahun tak mau berlangganan koran harian. Mereka yang mayoritas gemar membaca berita di perangkat digital ini merasa tumpukan koran 'mengacaukan' hidup mereka. "Aku tidak mau tumpukan benda itu (koran) mengacaukan rumahku," kata seorang responden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun