Ingin Sekuat Ibu, Tapi Tidak Ingin Bernasib Sama
Di era saat ini, semakin banyak perempuan yang merasa takut untuk menikah. Bukan karena kehilangan harapan akan cinta, tetapi karena mereka menyimpan luka yang diwariskan secara diam-diam oleh kehidupan ibu mereka. Fenomena ini layak diperbincangkan dengan cara yang mendalam dan menyentuh hati, bukan untuk menyalahkan, melainkan untuk menyadarkan. Berikut adalah beberapa poin penting yang dapat menjelaskan mengapa seorang perempuan bisa berkata, "Aku ingin sekuat Ibu, tapi aku tidak ingin bernasib sama."
Anak Laki-Laki Mengagumi Kekuatan, Anak Perempuan Mewarisi Luka
Anak laki-laki cenderung melihat ibunya sebagai sosok yang luar biasa. Mereka menyaksikan ibunya memasak, mengurus rumah, menghibur ayahnya, merawat anak-anak tanpa lelah dan tetap tersenyum. Dari situ mereka belajar bahwa cinta adalah pengorbanan, dan perempuan hebat adalah yang tahan banting.
Sebaliknya, anak perempuan bukan hanya melihat tindakan ibunya, tapi juga merasakan emosinya. Mereka melihat air mata yang disembunyikan, luka yang ditutupi, dan kelelahan yang dipaksa dibungkus tawa. Karena perempuan tahu rasanya menjadi perempuan, mereka tahu bahwa itu bukan kekuatan semata, tapi keterpaksaan yang dibungkus cinta.
Standar yang Dibanggakan vs Trauma yang Diwariskan
Ketika seorang laki-laki tumbuh dengan ibu yang 'tahan banting', ia cenderung menjadikan itu sebagai standar, "Aku ingin istri yang seperti Ibu." Ia tidak sadar bahwa ketangguhan yang ia banggakan lahir dari situasi yang berat, bahkan menyakitkan.
Sementara anak perempuan menyimpan kekhawatiran dalam hati, "Jangan-jangan nanti aku juga harus menahan semuanya sendirian seperti Ibu." Ini bukan keinginan untuk menjadi lemah. Justru sebaliknya, mereka ingin menciptakan hidup yang lebih sehat, lebih manusiawi, di mana cinta tidak identik dengan mengorbankan diri.
Kuat Bukan Berarti Harus Menderita
Banyak perempuan muda kini menyadari bahwa kekuatan tidak harus lahir dari penderitaan. Mereka ingin kuat seperti ibu mereka, tapi tidak ingin ditempa dengan cara yang sama, dicaci, diabaikan, dibebani, dan dianggap harus selalu sanggup.