Istilah puber kedua mungkin terdengar lucu, ringan, bahkan romantis bagi sebagian orang. Biasanya digunakan untuk menggambarkan seseorang yang sudah memasuki usia dewasa baik pria maupun wanita yang kembali merasakan gejolak cinta layaknya remaja.
Sayangnya, kisah cinta versi "puber kedua" ini sangat jarang terdengar indah, apalagi membuat iri yang memihatnya. Justru sebaliknya, ia sering kali menjijikkan.
Bukan karena cinta itu salah, tapi karena bentuk cinta yang dijalani dalam puber kedua ini sering kali menyakiti dan mengkhianati keluarga yang sudah dibangun bertahun-tahun lamanya
Kenapa Bisa Terjadi Puber Kedua?
Puber kedua tidak datang tiba-tiba. Ia sering dipicu oleh krisis identitas, rasa jenuh dalam hubungan, atau kebutuhan emosional yang tak terpenuhi di rumah.
Pada usia 35--50 tahun, banyak orang merasa "kehilangan" dirinya. Merasa tua, tidak menarik lagi, bahkan merasa tidak dihargai oleh pasangan atau anak-anaknya.
Lalu muncul sosok lain di luar rumah entah itu rekan kerja, teman lama, atau orang asing yang memberi perhatian, pujian, dan ruang untuk merasa "hidup kembali".
Seketika, gejolak cinta remaja yang dulu terasa lugu, kini datang lagi namun dalam bentuk yang jauh lebih rumit dan... menyakitkan. Perasaan yang semula terasa membahagiakan ini perlahan berubah menjadi racun yang menghancurkan rumah tangga, kepercayaan, dan rasa aman keluarga.
Mengapa Disebut Menjijikkan?
Kita perlu menyebut ini dengan keras dan jelas, puber kedua yang berujung pada perselingkuhan atau pengkhianatan keluarga bukanlah hal lucu atau memaklumi. Ini bukan fase yang bisa dimaafkan begitu saja. Kenapa?
Mengorbankan Anak-anak yang Tak Tahu Apa-apa