Mohon tunggu...
Hilma Fauziah
Hilma Fauziah Mohon Tunggu... Lainnya - Hilma

Hil

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kritik Film "Joker"

10 Maret 2021   19:55 Diperbarui: 10 Maret 2021   20:12 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Joker merupakan film besutan DC Comik bergenre psikologi, yang disutradarai Todd Phillips dan dibintangi oleh aktor berkebangsaan Amerika, Joaquin Phoenix. Film yang berkarakter villain besutan DC Comic ini, sukses menjadi film terlaris dengan pendapatan lebih dari Rp. 1,3 triliun pada pekan pertamanya. Dan mendapat rating 9,1 dari skala 10.

Film ini berkisah tentang Arthur Fleck atau bisa juga disebut Joker, seorang badut pembawa papan iklan berusia 40 tahun. Arthur menderita kelainan otak yang menyebabkan tertawa pada waktu yang tidak tepat. Kesehatan mental yang dialami Arthur berujung pada kehidupan kriminalitas.

Arthur Fleck adalah seorang narsistik yang bermimpi bisa jadi komedian, tanpa dia sadar bahwa dia ga lucu. Dia terjebak di sebuah lingkungan kumuh, di kota yang kacau, hidup berdua dengan ibunya yang delusional. Seakan hidupnya belum cukup suram, Arthur menderita sindrom yang membuatnya tertawa tidak terkendali. Bahkan menderita mental illness, kerap dibully saat bekerja, hingga dikhianati rekan kerjanya. Semua kemelasan hidupnya adalah alasan yang membuat kita bersimpati terhadap karakternya, sehingga ga susah buat kita sebagai penonton untuk pada saatnya "membenarkan" perilaku kriminalnya.

Diawal film ini diperlihatkan ketika Arthur ditindas, dikucilkan, bahkan dipandang sebelah mata oleh masyarakat hanya karna memiliki ke "unikan" dari orang lain. Orang-orang mengharuskannya bertingkah normal tanpa berusahaa untuk simpati dan menolong sama sekali. Mirip sekali dengan realita saat ini yang mengharuskan kita menampilkan kehidupan yang sempurna kepada orang lain.
Ketika Arthur membunuh 3 orang karyawan dari perusahaan terkemuka saat membela dirinya, para kalangan atas sangat bersimpati kepada korban. Namun masyarakat miskin merasa terwakilkan karna sikap semena-mena orang kaya terhadap orang miskin. Kalimat yang Arthur katakan saat diwawancara diacara televisi adalah kurang lebih begini "ketika aku mati mungkin kalian akan melangkahi mayatku, tapi ketika kalangan atas mati kalian baru bersimpati dan peduli, kalian tidak pernah menganggap aku ada." Sangat mewakilli keresahan orang-orang yang hidupnya kurang beruntung.

Arthur menjadi sesosok kriminalitas yang sangat sadis. Bahkan membunuh orang-orang yang pernah menyakitinya.

Dalam film ini, menurut saya, apa yang dilakukan Arthur adalah sebuah kebrutalan yang luar biasa. Film ini jauh dari kata layak untuk dipertontonkan kepada anak dibawah umur 18 tahun. Karena di dalamnya terdapat beberapa adegan pembunuhan secara "vulgar". Dan yang ditakutkannya, jika anak dibawah umur menonton film ini, akan terjadi adanya peniruan, dan juga dapat mengganggu psikologisnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun