Mohon tunggu...
Hillary Liaw
Hillary Liaw Mohon Tunggu... -

Berambisi untuk memecahkan misteri di atas bumi :D

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dulu, Sekarang, dan Selamanya

3 Januari 2018   22:45 Diperbarui: 3 Januari 2018   22:54 1405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mama adalah sosok wanita yang sangat kuat dan tegar di hatiku karena Mama tidak pernah menangis di depanku. Aku tidak pernah sekalipun melihat Mama menangis, dan ketika aku melihatnya, aku semakin yakin bahwa Mamaku sungguh perkasa.

Sebagai seorang anak yang terlahir di keluarga yang ekonomi biasa-biasa saja, uang yang keluargaku miliki pas-pasan untuk membayar pengeluaran sehari-hari dan uang sekolah. Apabila ada bonus buat, kata Mama, "Kebutuhan penting lain."

Aku yang kecil dulu tidak tahu menahu apapun. Tentang ekonomi keluarga kita baru kuketahui ketika aku sudah cukup dewasa. Aku yang kecil dulu selalu hidup bahagia dan naif, dengan pikiran bahwa 'keluargaku kaya'. Aku yang kecil dulu tidak pernah khawatir dengan uang dan harta, karena aku yakin keluargaku memiliki segalanya.

Suatu malam hari, seperti biasanya, aku bilang good night ke Mama. Mama mencium keningku dan melambai-lambaikan tangannya ke aku. Lalu aku naik ke lantai atas, masuk kamar, dan tidur. Dan seperti biasanya pula, tidurku nyenyak dan pulas.

Di tengah tidurku, aku terbangun. Entah karena mimpi buruk atau apapun, tiba-tiba aku membuka mata seperti orang terkaget. Setelah itu, aku berusaha tidur lagi, tapi tidak bisa. Ya sudah, aku turun ke lantai bawah, dengan rencana mau minum air dulu baru tidur lagi. Ketika aku turun, aku menyadari bahwa lampu ruang keluarga masih menyala.

Biasanya Mama akan mematikan semua lampu dan listrik sebelum Mama tidur. Karena tidak biasa, aku coba mencari tahu. Siapa tahu ada pencuri atau kriminal masuk ke rumah. Dengan pelan, aku berjalan ke arah pintu.

Sesampainya di depan pintu, aku mengintip ke dalam ruang keluarga. Di dalamnya, adalah seorang wanita yang sangat familier, sedang menangis. Di tangannya, ada selembar kertas yang tidak kuketahui isinya. Sambil menangis, Mamaku menggumamkan beberapa kata, seperti 'Uang', 'Hillary', dan 'Naik'.

"Oh... Uang sekolah naik...." pikirku.

Saat itu, beragam perasaan muncul di diriku. Sedih karena melihat Mamaku, yang kukenal sebagai sosok wanita besi dan selalu ceria, saat itu menangis. Bingung karena kondisi ekonomi keluargaku harusnya sangat berkecukupan alias kaya raya.

Lupakan minum, aku langsung kembali ke kamar dan tidur, dengan macam-macam pikiran di kepalaku malam itu.

Keesokan paginya, Mama sudah siap dengan sarapan di atas meja. Aku dan kakakku duduk dan melahap sarapan nasi goreng kami. Waktu itu, aku sudah siap untuk bertanya pada Mama, "Ma, kemaren Mama nangis kenapa Ma?" Mulutku sudah terbuka, dan pertanyaan itu sudah siap keluar, ketika tiba-tiba Mama bilang, "Nanti pulang sekolah ke Mall yuk."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun