Mohon tunggu...
Antonia Mathilda
Antonia Mathilda Mohon Tunggu... -

a working mom who concern about family, health, education, politic and humanity

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yakin "Sing Waras Ngalah" Terus?

17 Januari 2017   03:21 Diperbarui: 18 Januari 2017   01:39 3015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Sing waras, ngalah"

Kata-kata ini sering terdengar, biasanya muncul di bagian akhir sebuah perdebatan, apapun topik bahasannya. Kemunculan kata-kata ini menandai bahwa perdebatan yang terjadi mulai mengalami kebuntuan dan jika terus dilanjutkan akan berkepanjangan serta cenderung menjadi debat kusir. Hal ini terjadi bisa karena pihak-pihak yang terlibat tidak seimbang kualitasnya, data-data yang digunakan tidak valid ataupun karena salah satu pihak atau keduanya mulai asal bicara hanya ingin menang sendiri. 

Belakangan ini, saya sedikit berpikir tentang dampak dari ucapan ini. 

Kalau semua orang waras ngalah, orang gila lah yang akan menguasai dunia ini. Dia akan memanfaatkan "ngalah"nya orang-orang waras. Dia akan teriak bahwa dia (yang tidak waras) inilah pihak yang paling waras. Dia terus teriak ke jalan-jalan, ke medsos, ke pasar, bahkan ke ceramah-ceramah keagamaan.

Orang-orang yang benar-benar waras pun mendengarnya,kadang menertawakan sinis tentang isi teriakan itu, tapi mereka enggan menanggapi karena mereka menganggap itu sia-sia "wis biarin.. sing waras, ngalah", dan kewarasan mereka tidak perlu dibela karena toh sudah nyata terlihat. 

Kemudian "si tidak waras" mulai menunjukkan argumen-argumen yang memutar balikkan fakta dan logika tentang kewarasan mereka. Mereka terus berteriak, sehingga orang-orang waras yang sedang depresi, mulai mendengarkan sedikit demi sedikit argumen yang mereka sampaikan. Pengikutnyapun semakin bertambah. Orang-orang yang mendengarkan teriakan merekapun kini mulai mempertanyakan kewarasan dirinya sendiri.

Orang-orang waras mulai menyadari kekeliruan ini setelah beberapa temannya bahkan keluarganya ikut meneriakkan hal yang sama. Saat mereka mulai melakukan diskusi untuk menyampaikan kebenaran, orang-orang yang "tidak waras" meladeni ajakan diskusi itu. Kemudian di saat mereka "yang tidak waras" ini sudah terpojok, mereka lalu mengatakan: "Sing Waras, Ngalah". Si waras terdiam, diapun mulai menyadari inilah efek pembiarannya selama ini. Bahkan diapun mulai meragukan kewarasan dirinya sendiri.

Sudah terlambat. Sudah sulit diperbaiki, namun bukan berarti tidak bisa. 

"sing waras, ngalah"

Kalau semua orang waras, ngalah.. Bersiaplah, orang gila yang akan menguasainya bahkan menguasai dunia ini. Karena "kalah" dan "ngalah" itu berbeda, tapi sulit dibedakan.

Kalau semua orang waras, ngalah.. Orang-orang gila akan leluasa teriak mengatakan bahwa merekalah yang waras. Sampai-sampai si waraspun mulai meragukan kewarasannya sendiri.

Yakin "Sing Waras, Ngalah" terus?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun