Mohon tunggu...
Hilal Khamdani
Hilal Khamdani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Amatiran

Mulai suka menganalisis sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sedikit Keberuntungan Chelsea, di Balik Keperkasaan Kepa dan Kegagalan Albiol

13 Agustus 2021   11:25 Diperbarui: 13 Agustus 2021   11:42 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bekasi--Kepa Arrizabalaga menjadi centre of interest setelah aksi heroiknya menepis tendangan penalti Albiol (pemain Villareal) di momen penentuan dalam duel adu penalti yang berlangsung saat perebutan piala Super Eropa antara Chelsea vs Villareal. Tepisannya berhasil membuat Chelsea menjuarai piala Super Eropa untuk yang kedua kalinya. Statistiknya  dalam mengantisipasi tendangan penalti memang lebih baik ketimbang kiper utama Chelsea yaitu Mendy. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Tuchel dalam wawancaranya bersama BT Sport Football.

”Pergantian itu (Mendy dengan Kepa) bukan merupakan hal yang spontanitas. Kami sudah membahasnya sejak menjelang laga melawan Barnsley (piala FA musim lalu). Kami mendiskusikannya dengan para kiper berdasarkan data statistik. Kami tahu bahwa Kepa memang memiliki presentase terbaik dibandingkan yang lain soal penalti,”ucap Tuchel.

Tetapi di sisi lain, sejatinya ada sedikit keberuntungan yang didapatkan oleh Chelsea saat wasit melemparkan koin guna menentukan urutan serta sisi gawang yang akan dipakai untuk melangsungkan adu penalti. Koin yang dilempar memang berpihak pada Villareal, namun sang kapten Raul Albiol memilih sisi gawang yang di belakangnya terdapat supporter Villareal. Tujuannya jelas, yaitu mengganggu psikologis para eksekutor penalti Chelsea dengan preassure yang diberikan oleh para suppoter Villareal.

Dari sinilah keberuntungan Chelsea hadir. Meskipun mengeksekusi tendangan penalti di hadapan teriakan para pendukung Villareal, jangan lupakan fakta mengenai paham FMA (First-Mover Advantage) dimana penendang pertama memiliki probabilitas kemenangan lebih besar ketimbang penendang kedua. Dilansir dari Panditfootball bahwa pada 2019, Nils Rudi, Marco Olivares, dan Aditya Shetty melakukan analisa terhadap 1.635 pertandingan adu penalti untuk dijadikan sampel. Hasilnya, tim penendang pertama memiliki probabilitas 54,86%, dan keunggulan ini dianggap cukup signifikan untuk menyokong bukti FMA.

Hal ini terjadi karena penendang kedua memiliki beban yang lebih besar apabila penendang pertama berhasil mengeksekusi tendangannya dengan baik. Terutama kepada eksekutor ketiga dan seterusnya. Beban mental itu jelas sangat terasa karena bagi eksekutor ketiga dan seterusnya, karena tendangan yang dilakukannya menjadi penentu antara hidup dan mati, antara menjadi pemenang atau kalah.

Villareal memenangkan pertandingan melawan Manchester United saat final piala Liga Eropa dengan drama adu penalti yang dimana saat itu giliran penendang pertama dilakukan oleh pemain Villareal. Jangan lupakan juga ketika Italia memenangkan piala Euro dengan dua kali drama adu penalti yang dilakukan saat babak semifinal dan final, dan di kedua pertandingan tersebut Italia mendapat giliran penendang pertama.

Dengan memilihnya Albiol terhadap sisi gawang, maka penendang pertama jatuh kepada pemain Chelsea. Jika berkaca pada paham FMA, maka Chelsea sedikit mendapatkan keberuntungan. Eksekusi pertama Chelsea yang dilakukan oleh Kai Havertz memang gagal, namun Kepa mampu menyeimbangkan dengan menepis eksekutor kedua dari Villareal.  Fakta yang sudah dijelaskan tadi juga memberikan penjelasan bahwa beban psikologis paling besar didapatkan oleh penendang kedua, terutama pada giliran eksekutor yang ketiga dan seterusnya karena menjadi pertarungan hidup dan mati.

Benar saja, Albiol yang menjadi eksekutor keenam tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Beban mental yang diberikan secara tidak langsung kepadanya setelah melihat rudiger sebagai eksekutor keenam berhasil, membuat ia merasa wajib membuat tendangannya berhasil agar tidak kalah. Namun, eksekusinya berhasil digagalkan oleh Kepa sehingga membuat Chelsea juara. Maka istilah “aku yang memulai dan aku yang mengakhiri” sangat tepat disandangkan pada kondisi Albiol. Dirinya yang memulai dan menentukan tim nya mendapat giliran penendang kedua karena memilih sisi gawang, dan dirinya juga yang mengakhiri karena kegagalan tendangannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun