Mohon tunggu...
hikmah
hikmah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - الف ليلة وليلة

Setiap kali air mata terjatuh, aku memilih memungutinya dengan haru, untuk kudaur ulang menjadi serangkaian aksara yang mampu kau baca. Dan apabila kau merasakan getir saat membaca tulisanku, bisa jadi, tulisan itu lahir dari air mata paling pilu yang pernah kujatuhkan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Titik Paling Hening Dalam Diamnya

29 Oktober 2021   20:19 Diperbarui: 29 Oktober 2021   20:52 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terkadang kita dibuat sedih dan terpukul bukan hanya di saat meratapi kisah kita sendiri. Tak jarang kita dibuat tersentak dan menangis pilu justru di saat kita menyaksikan kisah orang lain. Seperti halnya aku, yang tak jarang turut lebur dan jatuh pada duka hati orang lain.

Dia tak pernah bercerita, akupun tak pernah bertanya, tapi matanya seolah-olah menjelaskan semuanya. Dia tak menampakkan, tapi entah kenapa aku ditampakkan segala kepahitan terdalamnya justru saat dia berada di titik paling hening dalam diamnya. Tak tahu, bagaimana bisa airmataku ikut larut dalam genangan luka yang selama ini tertahan di dalam dadanya.

Aku ingin menutup mata, pura-pura tuli dan mencoba diam seribu bahasa. Memalingkan wajah seolah tak peduli dan tak mau tahu! Tapi nuraniku selalu saja menuntunku untuk terus berkelana menyusuri tiap bait rasa sakitnya yang tak pernah ia tuliskan. Langkahku selalu terhenti, untuk sekedar menoleh kearahnya yang terlihat baik-baik saja padahal tidak. Aku terus saja mempedulikan suatu hal yang tak meminta untuk dipedulikan dan mungkin dia tak butuh itu.

Perasaan dan akalku terus saja berseteru. Akal memaksa berhenti mencampuri, sedang perasaanku menuntut nurani untuk turut berempati. Kadang aku diam, kadang peduli, kadang seolah tak acuh, kadang aku juga menghilang. 

Aku hanya tak ingin larut dalam kepahitan dan duka hati yang sudah mati-matian dia sembunyikan dan coba lupakan.  Aku tak ingin mengorek luka yang sudah susah payah ia obati.

Aku tak ingin menjadi penyebab tergoresnya luka baru di atas luka lamanya. Aku tahu, itu sakit, dan aku akan lebih sakit lagi, jika harus menyaksikannya kesakitan untuk yang kesekian kalinya. Aku tak ingin, hatiku sakit melihatnya sakit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun