Mohon tunggu...
hikmah
hikmah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - الف ليلة وليلة

Setiap kali air mata terjatuh, aku memilih memungutinya dengan haru, untuk kudaur ulang menjadi serangkaian aksara yang mampu kau baca. Dan apabila kau merasakan getir saat membaca tulisanku, bisa jadi, tulisan itu lahir dari air mata paling pilu yang pernah kujatuhkan!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bagai Ranting yang Ingin Menggapai Langit

9 April 2021   16:56 Diperbarui: 9 April 2021   17:17 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ranting tetaplah ranting, maka biarkan saja ia menjalani kodratnya sebagai ranting.
Sebagai penduduk bumi, yang setia membersamai dedaunan yang mulai bertumbuh, lantas harus rela jika sewaktu-waktu daun-daun mulai menua dan pergi meninggalkan ranting sendirian.

Tak perlu ranting memaksakan agar bisa menyentuh langit nun jauh di atas sana, meski hanya sekali saja.

Langit memang lapang, kelapangannya seolah sedang menyambut pada siapa saja yang hendak menghampiri.

Langit memang tampak kemilauan, dengan jutaan bintang bintang yang bertahta. Kilaunya seolah sedang menyapa pada makhluk bumi yang ada di bawahnya.

Langit memang menarik dan penuh misteri, seolah asyik memainkan emosi dan suasana hati penikmatnya, dengan sesekali menampakkan sisi cerahnya, sisi gelapnya, mendungnya dan gemuruh serta petirnya di waktu yang berbeda.

Langit memang mempesona dan tampak seolah-olah mengundang, tapi kamu harus sadar! bahwa langit melakukan semua itu, bukan untukmu seorang!  
Melainkan untuk jutaan makhluk sepertimu yang juga sedang terbius dan terpana akan pesona yang sedang langit suguhkan.

Maka tak perlulah bersusah payah agar bisa menggapai langit, karna langit tak untuk digapai, ia hanya untuk dinikmati keindahannya dari kejauhan. Dan kepada ranting, tak usah memaksakan sesuatu di luar kesanggupan.


Haruskah ranting menjadi gegabah ingin menggapai langit, hanya karena mendapat sepercik kilauan langit yang tak hanya tertuju pada ranting seorang?
Haruskah?!
Kalaupun harus, apakah mungkin?
Kalaupun mungkin, apakah bisa?
Kalaupun bisa, apakah sanggup?


Lalu??? Sanggupkah? Tak sanggupkah?!
Kalaupun sanggup apakah lantas bersambut?
Kalaupun tak sanggup, apakah lantas harus menyesali diri? Atas ketidaksanggupan yang memang dibuat agar ranting tau batas?

Segala sesuatu sudah ditakar agar sesuai porsi dan tidak melampaui batas. Maka sebagai ranting, porsinya adalah cukup menjadi penduduk bumi dan biarkan seperti itu.
Langit tetaplah langit, nun jauh di atas sana! Dengan jutaan penikmatnya yang bukan dirimu seorang!
Dan, ranting tetaplah ranting, tak akan sampai ke langit walau apa terjadi, ia akan tetap menjadi penghuni bumi.


Maka jalan satu-satunya ialah merelakan diri, bahwa ranting memang sebatas mampu memandang langit dari kejauhan, tanpa mampu menggapainya apalagi menyentuhnya.
Dan, bisa berada di bawah naungan dan kilauan langit yang lapang saja sudah lebih dari cukup😊tidak perlu kurang, tidak perlu lebih! Cukup!😊

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun