Mohon tunggu...
HIJRASIL
HIJRASIL Mohon Tunggu... Administrasi - pemula

menjadi manusia seutuhnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hilangnya Jamaah Surau Tua

26 Maret 2019   04:30 Diperbarui: 26 Maret 2019   05:25 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "mungkin karena surau  yang baru bangun dan megah tak jauh dari surau tua ini jadi warga tak hendak melaksana sholat disini" pikir ku membayangkan sebuah bangunan surau besar yang sore tadi aku lewati.

"Inna" suara perempuan terdengar dari rumah depan memanggil Inna. ''aok ka Yesi" Inna  pun menyahut panggilan dari Yesi dengan dialek khas melayu sambas.

"ajak be biak-biakmu ke sinun, bapak panggil makan same-same" mendengar Yesi mengajak untuk makan bersapa orang tuanya. Aku bersama renaldi, ifan, dan sadik bergabung bersama orang tua Yesi.

"dimana bumi di pijak disitu langit di junjun'' kata-kata filosofi hidup itu keluar daru mulut pak Heri, menasehati kami bertiga saat sedang asik mendengar kisah hidup pak heri yang juga pernah merantau seperti kami.

Setelah sempat terdiam sesaat karena semua mata mengalihkan ke layar televisi, "nak Arif yang tadi azan ya?" tiba-tiba suara pak heri masuk ke telingah ku mengalihkan pandangan ku kembali tepat di kedua matanya.

"aok pak" dengan gaya dialeg melayu sahut ku, setelah di tanya pak Heri, aku lalu teringat peristiwa di surau tadi. Sambil malu-malu aku coba bertanya "masyarakat sekitar surau jarang sholat di surau ya pak?".

"sebenarnya surau itu dulunya begitu ramai jika datang magrib atau isya" sela pak Heri seraya membetulkan posisi duduk. Perkataan pak Heri itu seperti membawanya kepada ingatan masa lalunya.

"hanya karena berbeda paham orang orang lalu tak mau lagi shalat di surau!" tutur pak Heri, kemudian dengan tidak sopan aku lantas kembali bertanya lagi "sebenarnya ada apa pak?" nampak sadik, renal dan ifan ikut terbawa obrolan aku dan pak Heri, wajah mereka pun terlihat serius.

"satu saja, karena bapak berbeda paham soal tahlilan yang tidak harus dilakukan saat ada keluarga bapak yang meninggal, warga lalu menyimpulkan bapak sudah ikut aliran lain yang tidak seragam dengan paham islam masyarakat disini".

Dengan wajah yang terlihat separuh abad lebih, pak Heri begitu serius mengisahkan hal surau tua yang kini hanya di biarkan begitu saja.

"tapi kenapa warga daan shalat di surau" sebelum pak Heri melanjutkan ceritanya aku lantas menyelah karena merasa tidak ada kaitannya surau dengan masalah warga dengan pak Heri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun