Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Hukum

UU ITE Momok Demokrasi

28 Januari 2021   21:06 Diperbarui: 28 Januari 2021   21:10 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Hidayatullah, SH (*)

Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang sudah mengalami perubahan dengan UU No. 19 Tahun 2016 telah menjadi momok dialam demokrasi yang telah membuktikan keampuhannya mematikan kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum termkasud dalam penyampain kebebasan berpendapat melakui media sosial.

Pemicu dan faktanya telah cukup banyak dengan jatuhnya vonis penjara maupun sedang dalam proses hukum baik para aktivis, jurnalis maupun kritikus-kritikus kebijakan publik dan politik. Tak luput pula korbanya adalah tokoh agama, tokoh masyarkat maupun musisi. Tanpa merunut kasuistiknya, publik juga sudah mengetahui kasus-kasus apa saja yang atas dasar UU ITE menjadikan keadaan kita mundur jauh kebelakangan.

Berdasarkan survei Indikator Politik yang dilakukan pada 24-30 September 2020, dengan total responden 1.200 orang yang dipilih secara acak dengan merilis survei terkait pandangan masyarakat soal kebebasan mengeluarkan pendapat. Mayoritas responden mengatakan ada ketakutan mengeluarkan pendapat saat ini.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan bahwa sebanyak 21.9 persen sangat setuju warga makin takut menyatakan pendapat dan 47,7 persen menjawab agak setuju saat ini takut menyatakan pendapat.

Ini artinya bukan sinyal tetapi sudah keadaan dimana UU ITE bisa menjadi alat pejabat negara untuk membungkam kritik dan pendapat dimuka umum baik dengan lisan dan tulisan. Alhirnya kecenderungan pejabat kita samgat menjadi sangat anti kritik.
 
Sejak diundangkan 2008 UU ITE  sudah banyak menelan korban sampai saat ini. UU ini bagaikan senjata sapujagad yang dapat saja dijadikan alat untuk digunakan mempidanakan seseorang dengan menggunakan Pasal 27 ayat 3 terkait muatan penghinaan atau pencemaran nama baik dan Pasal 28, baik ayat 1 maupun ayat 2. Bahkan dengan isu sebagai penyebaran ujaran kebencian atau berita bohong (hoaks), maka siapa saja bisa dengan mudah dijerat dengan delik pasal 28 ini.

Padahal kalau dicermati dari aspek hukum pemidanaan Pasal 28 ayat (1) sendiri adalah penyebaran berita bohong dan menyesatkan terkait kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, dan ayat (2) menyangkut ujaran kebencian yang berdasar SARA. Sementara dalam praktiknya saat ini, bisa dikenakan kepada siapapun yang dianggap menyebarkan berita bohong meski tidak terkait dengan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik serta berhadapan dengan hukum karena dianggap menyebarkan ujaran kebencian, meski tidak menyangkut SARA.
 
Seorang Pakar Hukum Pidana Prof. Andi Hamzah pernah berpendapat mengoreksi tindakan-tindakan pemidanaan dengan menggunakan UU ITE. Beliau menyatakan bahwa UU ITE adalah hukum administrasi agar tidak digunakan untuk mempidana orang. Bila ada kesalahan administrasi yang ada adalah membayar denda atau wajib kerja sosial. Sanksi adminitrasi ini dimaksudkan agar setiap orang menaati UU tersebut.

Prof. Andi Hamzah mengingatkan bahwa ujaran kebencian di berbagai belahan dunia terlebih di negara demokrasi dimana kebebasan berekspresi adalah HAM, dan bukanlah delik pidana. Sehingga pemberlakuan ujaran kebencian di Indonesia sebagai delik pidana adalah penerapan hukum dizaman kolonial untuk mempertahankan kekuasaan. Sementata di negeri Belanda sendiri tidak ditemui pasal tersebut.

Maka, bila saat ini ujaran kebencian sebagai delik pidana pada UU ITE, tentu sungguh berlebihan dan meneruskan semangat kolonialisme dan juga praktik dizaman otoritarian Orde Baru. Padahal sesungguhnya substansi ujaran kebencian sebetulnya sudah  diatur  di KUHP dalam pasal "penghinaan".

Kebebasan Berpendapat Adalah Hak;

Sebagaimana tercantum dalam konstitusi bernegara kita pada UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) bahwa "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun