Mohon tunggu...
Tatang  Hidayat
Tatang Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Student Rihlah Indonesia

Tatang Hidayat, bergiat di Student Rihlah Indonesia. Ia mulai menulis sejak SD, ketika masa SMK ia diamanahi menjadi pimpinan redaksi buletin yang ada di sekolahnya. Sejak masuk kuliah, ia mulai serius mendalami dunia tulis menulis. Beberapa tulisannya di muat diberbagai jurnal terakreditasi dan terindeks internasional, buku, media cetak maupun online. Ia telah menerbitkan buku solo, buku antologi dan bertindak sebagai editor buku dan Handling Editor Islamic Research: The International Journal of Islamic Civilization Studies. Selain menulis, ia aktif melakukan jelajah heritage ke daerah-daerah di Indonesia, saat ini ia telah mengunjungi sekurang-kurangnya 120 kab/kota di Indonesia. Di sisi lain, ia pun telah melakukan jelajah heritage ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Penulis bisa di hubungi melalui E-mail tatangmushabhidayat31@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hutang Sejarah dan Hutang Budi Indonesia Kepada Palestina

15 Mei 2021   22:15 Diperbarui: 15 Mei 2021   22:20 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Mufti Besar Palestina M. Amin Husaini (bersorban) dan Muhammad Ali Taher, pemimpin Palestina (di kirinya). Sumber Gambar : news.okezone.com 

Hutang Sejarah dan Hutang Budi Indonesia Kepada Palestina

Oleh : Tatang Hidayat (Pegiat Student Rihlah Indonesia)

Untuk kesekian kalinya dunia Islam kembali merana, darah tumpah dimana-mana, dan menyisakan tangis serta air mata. Pasca runtuhnya Kekhilafahan Utsmaniyyah pada 3 Maret 1924, dunia Islam yang dulunya satu kepemimpinan dan satu tubuh menjadi terpecah belah menjadi negara-negara kecil sehingga memudahkan musuh-musuhnya untuk menguasai negeri-negeri Islam. Sejak saat itu, umat Islam bagaikan anak ayam yang tidak lagi memiliki induknya. Umat Islam bagaikan hidangan yang bisa diperebutkan oleh musuh-musuhnya yang ingin menguasainya tanpa perlawanan dan tak ada yang membelanya.

Ketika umat Islam Indonesia sedang melaksanakan ibadah di bulan suci Ramadhan 1442 H, akhir Ramadhan 1442 H dibelahan bumi lainnya yakni bumi Palestina kembali merana. Bahkan di saat kita merayakan Idul Fitri 1 Syawwal 1442 H, warga Palestina berduka. Aparat keamanan Israel menyerang mereka. Kaum Muslim diusir dari Masjid al-Aqsha dengan kekerasan. Ratusan warga Palestina terluka. Kebrutalan polisi Israel memicu bentrok berikutnya hingga hari ini, bahkan sudah merenggut korban jiwa ratusan umat Islam yang terdiri dari warga sipil, orang tua, wanita, anak-anak dan lain-lain.

Kekejaman Israel yang didukung oleh Barat itu sudah hampir menguasai seluruh wilayah Palestina. Padahal dunia tahu, Israel sebelum tidak ada. Mereka adalah para pendatang dari Eropa dan mendapatkan tanah tersebut secara paksa setelah menghancurkan Kekhilafahan Utsmaniyyah terlebih dahulu.

Masjid Al-Aqsha adalah masjid milik kita, kaum Muslimin. Bukan hanya milik bangsa Palestina. Dari sanalah dulu Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Mi'raj ke Sidratul Muntaha. Status kesucian itu tak berubah hingga akhir zaman. Siapa yang shalat di dalamnya akan mendapatkan pahala 500 kali lipat di luar masjid itu, kecuali Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Sementara bangsa Palestina adalah saudara kita. Bukankah Allah menetapkan bahwa sesama kaum mukmin sebagai saudara ? Meski tak sedarah, keimanan telah menyatukan kita semua. Islam telah menghilangkan berbagai sekat perbedaan, suku bangsa, ras, warna kulit, dan status sosial.

Bahkan dalam konteks bangsa Indonesia, hubungan kedekatan bangsa Indonesia dengan Palestina sudah jauh terbangun sebelum Indonesia lahir. Tepatnya sejak abad 15 M ketika mulai masifnya Islamisasi Nusantara masa Walisongo.

Diriwayatkan dalam beberapa sumber yang masyhur, ketika masifnya dakwah Islam masa Walisongo abad ke 15 M, saat itu ada seorang ulama dari Baitul Maqdis yang kita kenal sekarang Palestina, namanya Maulana Utsman Haji atau yang dikenal Sunan Ngudung datang mengarungi samudera sehingga sampai ke Ampel Denta, Surabaya.

Maulana Utsman Haji adalah putra Sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha yang berhijrah fii sabilillah hingga ke Jawa dan sampailah di Kesultanan Demak dan diangkat menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun