Mohon tunggu...
Achmad Nur Hidayat
Achmad Nur Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - Pakar Kebijakan Publik

Achmad Nur Hidayat (Born in Jakarta) previously earned Master Public Policy on Economic Policies from Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore (NUS) and from Tsinghua University, Beijing China in 2009. He had an executive education from Harvard Kennedy School of Government, Boston-USA in 2012. He is currently assisting and providing recommendation for both the Supervisory Board of Central Bank of Indonesia and Government of Indonesia in the effort to increase sustainable economic growth, maintain the financial system stability and reinvent human resources capacities in line with technological disruption. He was Chairman of Student Boards (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia) University of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

RUU Sisdiknas Tidak Komperhensif, Banyak PR RUU

29 Agustus 2022   13:25 Diperbarui: 29 Agustus 2022   13:29 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Google.com dikutip dari jurnas

Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang saat ini sedang diproses dianggap masih mengecewakan. Dalam RUU tersebut tidak terdapat pasal mengenai Tunjangan Profesi Guru dan Dosen. Ini menjadi persoalan besar dan akan mengecewakan jutaan tenaga pendidik.

Kesejahteraan guru ataupun dosen tentunya salah satu hal yang fundamental bagi perkembangan pendidikan di negeri ini. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah tidak serius dalam mengelola pendidikan di negeri ini.

Entah apa yang ada dipikiran para penyelenggara negara saat ini. Setiap RUU dari mulai RUU Minerba, Omnibus law, RUU IKN semuanya serba cepat dan tanpa melibatkan partisipasi publik. Adapun publik yang dilibatkan selalunya orang-orang yang tidak mewakili mayoritas rakyat. Hal ini bisa kita lihat pada pada RUU IKN, rakyat harus menggunakan saluran lain berupa petisi online yang mencapai 35ribu penandatangan karena aspirasinya tidak diwakili oleh DPR yang seperti hanya jadi tukang stempel saja, dan petisi yang pro IKN kurang dari 1.500 penandatangan.  Ini negara demokrasi tapi asas demokrasinya tidak ditegakkan.  

Banyak pakar yang menganggap bahwa RUU Sisdiknas substansi-substansinya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini menjadikan RUU ini belum layak untuk disyahkan. Tampung dulu aspirasi publik terutama para pakar bidang pendidikan. Jangan sampai UU Sisdiknas yang dihasilkan justru bermasalah setelah diberlakukan. Artinya RUU Sisdiknas ini akan menjadi salah satu legacy yang buruk bagi pemerintahan saat ini.

Kemendikbud harus cepat tanggap atas suara publik, karena RUU Sisdiknas ini dianggap sebuah mimpi buruk bagi tenaga pendidik. Jika hal yang fundamental seperti Tunjangan Profesi Guru dan Dosen saja tidak diperhatikan tentunya ini sinyalemen buruk untuk mutu pendidikan dimasa yang akan datang. Negara akan jatuh kepada masalah kekurangan tenaga pendidik jika kesejahteraan Guru dan Dosen tidak diperhatikan.

Ditengah persoalan pendidikan dimana kurangnya tenaga pendidik diberbagai daerah dengan RUU Sisdiknas yang kurang memperhatikan kesejahteraan guru dan dosen ini tentunya Indonesia akan semakin kekurangan tenaga guru dan dosen karena profesi ini dianggap kurang dapat memberikan kesejahteraan.

Dengan demikian RUU Sisdiknas ini harus diperbaiki lagi, DPR jangan hanya menjadi tukang stempel. Jika belum memenuhi harapan maka RUU Sisdiknas ini jangan dipaksakan di Prolegnas 2022. Tunda hingga mengakomodir aspirasi publik dan memenuhi harapan para pakar pendidikan.

END

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun