Mohon tunggu...
Hidayat Harsudi
Hidayat Harsudi Mohon Tunggu... Akuntan - The Accountant

Tinggal di Kota Makassar - Auditor, Pemain Musik, dan Penikmat Film

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ujian Nasional, Doa, dan Dzikir

7 Maret 2018   19:38 Diperbarui: 7 Maret 2018   20:05 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Tandaseru.id

Menjadi seorang guru adalah suatu hal yang sangat sulit. Penguasaan materi pembelajaran adalah hal yang wajib. Akan tetapi, penguasaan materi bukanlah hal yang paling penting. Penguasaan kelas lebih penting dari itu. Mengatur agar kelas tetap tenang sembari memotivasi siswa agar terus bersungguh-sungguh adalah pekerjaan sehari-hari dari pahlawan yang berijasah ini.

Motivasi adalah hal yang hilang dari diri siswa-siswi di Indonesia selama ini. Kurang tereksposnya publik figur yang menginspirasi menjadikan negeri ini defisit motivasi. Hadirnya program-program televisi yang  menginspirasi kurang mampu bersaing dengan game online yang membuat candu hingga terlamun. Buku-buku pelajaran jauh dari tangan siswa hingga buku catatan yang lupa dibawa ke sekolah. Kapan siswa-siswi tanah air tersadar akan kebiasaan buruk ini? 

Siapa yang menyangka Ujian Nasional terbukti efektif membuat siswa-siswi se tanah air tersadar. Tersadar setelah sekian lama melamun. 3 tahun adalah waktu mereka habiskan untuk melamun. Di akhir masa putih abu-abu, mereka tersentak program ujian nasional. Ujian nasional membuat mereka tersadar akan tingginya tuntutan lingkungan terhadap prestasi akademik mereka. Prestasi yang selama ini tak pernah dilirik atau merasa tertarik dan hanya sekedar dilamuni.

Merasa prestasi mereka tak mencukupi untuk sekedar lulus, maka pelajaran tambahan mereka jabani. Les tambahan dan latihan soal-soal UN tahun sebelumnya dan berharap soal yang mirip akan muncul di tahun ini. Perlahan-lahan dunia permedia sosialan dan dunia per game-an tanah air mereka tinggalkan demi fokus UN.  Gadget yang biasa mereka genggam tergantikan oleh buku latihan soal UN maupun Tasbih.

Usaha saja tak cukup tanpa doa. Atas dasar inilah mereka menjadi sosok yang religius. Sebuah sosok yang sangat diidamkan oleh semua orang tua di Indonesia dan guru di tanah air.  Ujian nasional terbukti mampu menyadarkan mereka dari kehidupan yang dipenuhi dengan kezaliman menjadi hidup bertaburan hidayah.

Hal ini didukung oleh pihak sekolah yang bercita-cita memiliki siswa yang cerdas nan religius. Ekolah akan membuat program-program untuk memanfaatkan momen ini untuk tujuan tersebut. Siswa kelas tiga akan mendapatkan pelajaran tambahan di sore hari berupa pengayaan materi-materi UN. Demi fokus UN, pelajaran yang tidak masuk dalam UN mereka pinggirkan untuk sementara waktu. Selain berupaya meningkatkan kecerdasan siswa, sekolah juga punya program penanaman nilai religius.

Mendekati Ujian Nasioanal, sekolah akan sering-sering mengadakan dzikir dan doa bersama. Berdoa agar semua siswa bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Ada banyak air mata yang menetes saat dzikir dilakukan. Dosa-dosa selama kurang lebih tiga tahun terhadap guru mereka akan mereka sesali. Saling maaf-memaafkan biasanya mewarnai kegiatan ini.

Mushollah sekolah adalah tempat yang paling ramai menjelang UN mengalahkan kantin yang sebelumnya selalu berada di posisi teratas. Tanpa ada data rill maupun penelitian yang relevan, musholah sekolah mencapai puncak kepadatannya di bulan februari hingga maret menjelang ujian nasional dan biasanya berkurang setelah UN berlalu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun