Mohon tunggu...
Hidayat Harsudi
Hidayat Harsudi Mohon Tunggu... Akuntan - The Accountant

Tinggal di Kota Makassar - Auditor, Pemain Musik, dan Penikmat Film

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hilangkan Budaya Nyontek

22 Januari 2017   10:04 Diperbarui: 22 Januari 2017   10:32 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran (Dimyati & Mudjiono;2006). Penlian hasil belajar dinilai melalui tiga aspek, yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pengukuran dari kriteria penilaian tersebut bermacam-macam tergantung siapa yang menilai dan tujuan penilain. Setelah melakukan penilaian biasanya hasil belajar akan tergambar pada raport.

Baik buruknya hasil belajar seorang peserta didik ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal seperti kesehatan yang prima, tingkat intelegensi, perhatian, minat bakat, dan motivasi yang baik akan mendorong peserta didik mencapai potensi tertingginya hingga mampu mencapai hasil belajar yang memuaskan. Ditambah faktor eksternal yang menunjang seperti lingkungan keluarga yang baik, lingkungan sekolah yang kondusif, dan lingkungan masyarakat yang bersahabat juga akan berpengaruh baik terhadap hasil belajar peserta didik.

Hasil belajar yang ditunjang oleh faktor-faktor di atas akan tergambar melalui kompetensi dan keahlian yang dimiliki oleh peserta didik pada raport. Akan tetapi beberapa hal menjadikan angka yang tergambarkan menjadi kurang terpercaya seperti proses evaluasi yang buruk. Dalam proses evaluasi biasa terjadi kecurangan. Terdapatnya siswa yang menyontek membuat hasil evaluasi kurang meyakinkan. Siswa yang jujur menjadi korban dari siswa yang menyontek ini, pasalnya akan mendapat nilai yang kurang lebih sama.

Paradigma masyarakat yang memandang kecerdasan seseorang dilihat berdasarkan nilai kuantitatif yang tertera di raport membuat peserta didik memiliki beban sosial yang tinggi. Mendapat nilai jelek akan dilabeli sebagai siswa bodoh atau nakal. Berbagai cara pun dilakukan untuk sekedar mendapatkan nilai yang baik seperti menyontek. Menyontek membuat hasil penilaian menjadi kurang terpercaya dan tidak objektif. Nilai keadilan dalam penilaian terabaikan karena siswa dengan usaha yang berbeda akan mendapatkan hasil yang sama. Peserta didik yang jujur akan merasa cemburu melihat temannya mendapatkan nilai yang sama akibat tradisi nyontek ini.

Dalam beberapa kasus, guru kadang tidak mau pusing dengan siswa yang menyontek saat ujian. Memberikan pembiaran, acuh tak acuh, bahkan menyuruh siswa yang lain untuk memberi contekan cukup sering terjadi. Yang menjadi permasalah adalah siswa yang terbilang cukup pintar di kelas akan merasa tidak mendapat keadilan. Tidak memberi contekan dianggap kikir, memberi contekan akan membuat nilai mereka sama dan berujung pada penyesalan. Sedangkan siswa yang kurang pandai akan senang. Bukannya menambah jam belajar, mereka malah menambah keterampilan menyontek.

Menyontek adalah penyakit pendidikan sama dengan inflasi pada perekonomian tak bisa dihilangkan namun bisa dikurangi. Menyontek dihilangkan dimulai dari sekolah dasar. Menghentikan memberikan label bodoh pada anak  yang memiliki nilai raport kurang baik adalah langkah pertama. Setiap anak akan berusaha untuk mendapat perhatian dari orang-orang sekitarnya. Memberikan label bodoh hanya akan membuat anak merasa dirinya pantas jadi orang bodoh dan menghalalkan menyontek pada saat ujian.

Memberikan pemahaman bahwa ujian adalah pengukur kompetensi tiap siswa bukan kriteria untuk memberikan predikat pintar atau bodoh adalah langkah selanjutnya. Setiap siswa memiliki tingkat kompetensi masing-masing. Siswa yang satu akan berbeda kemampuannya dengan siswa yang lain pada satu mata pelajaran. Yang ketiga adalah memberikan sanksi pada siswa yang menyontek dan apresiasi pada siswa yang jujur. Pada dasarnya setiap manusia akan berusaha untuk tidak melakukan pelanggaran norma, akan tetapi sanksi tetap dibutuhkan untuk membuat siswa berpikir sebelum melakukan pelanggaran. Memberikan apresiasi atau penghargaan kepada peserta didik yang ujian dengan jujur patut pula diberikan karena semua orang akan senang diberikan pujian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun