Mohon tunggu...
Hibatin Wafiroh
Hibatin Wafiroh Mohon Tunggu... mahasiswa ilmu komunikasi UIN Sunan Kalijaga 24107030045

wanita pecinta matcha yang selalu bercerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Stop Senioritas, atau Indonesia Mati Kreativitas!

1 Juni 2025   19:05 Diperbarui: 3 Juni 2025   11:23 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Senioritas | Freepik/8photo

Pernahkah Anda merasa tercekik, terpaksa menuruti, atau bahkan menjadi korban hanya karena predikat "junior"? Atau mungkin, pernahkah Anda sendiri menggunakan "hak" senioritas untuk merasa lebih berkuasa? 

Di tengah gemuruh modernisasi dan jargon kesetaraan, sebuah virus lama masih gentayangan di berbagai sudut kehidupan kita: senioritas. Ia bukan sekadar tradisi usang, melainkan sebuah fenomena kompleks yang mengakar kuat, dari bangku sekolah hingga meja kerja, dari organisasi kemahasiswaan hingga lingkungan profesional.

Kita mungkin sering menganggap senioritas sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya ketimuran yang menjunjung tinggi penghormatan kepada yang lebih tua atau berpengalaman. 

Namun, kapan batas antara penghormatan yang sehat dengan penindasan terselubung itu kabur? Dan mengapa, di era informasi yang serba terbuka ini, praktik senioritas yang merugikan masih saja marak terjadi di Indonesia?

Wajah-Wajah Senioritas: Dari Ospek Hingga Kantor Ber-AC

Fenomena senioritas di Indonesia bagaikan bunglon, ia bisa bersembunyi di balik berbagai bentuk dan rupa:

1. Lingkungan Pendidikan: Ini adalah sarang paling umum. Ingatkah masa ospek atau masa orientasi yang alih-alih mendidik, justru menjadi ajang bullying? Permintaan yang tak masuk akal, bentakan, hingga hukuman fisik (atau yang kini lebih halus namun tetap merendahkan secara mental) menjadi "ritual" yang harus dilewati para junior. Alih-alih mempersiapkan mental, justru seringkali menumbuhkan bibit trauma dan ketidakpercayaan.

2. Organisasi Kemahasiswaan/Kepemudaan: Di sini, senioritas sering dimanipulasi menjadi hierarki kekuasaan. Ide-ide segar dari junior bisa diabaikan, inisiatif dibungkam, atau bahkan disalahgunakan demi kepentingan segelintir senior. "Kamu belum saatnya," atau "Ikut saja dulu," menjadi kalimat sakti yang sering membungkam kreativitas.

3. Dunia Kerja: Jangan salah, kantor ber-AC pun tak luput dari jeratan senioritas. Atasan yang senior secara jabatan atau usia, terkadang menggunakan "kekuasaannya" untuk mendelegasikan pekerjaan di luar deskripsi, merendahkan ide, atau bahkan menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat bagi karyawan yang lebih junior. Ini bisa berupa micro-managing yang berlebihan, penghinaan di depan umum, atau bullying terselubung.

4. Masyarakat Umum: Senioritas bahkan bisa merambah ke lingkungan sosial, seperti di lingkungan RT/RW, komunitas hobi, atau perkumpulan lainnya, di mana yang lebih senior merasa berhak menentukan segalanya tanpa mendengarkan pandangan yang lebih muda atau baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun