Mohon tunggu...
Hiam
Hiam Mohon Tunggu... Psikolog - hiam

berbagi berbagai hal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Norma Baru: Menerima atau Antipati?

18 April 2022   10:22 Diperbarui: 18 April 2022   10:34 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Covid-19 memaksa seluruh warga dunia untuk meng-adopsi norma-norma yang sebelumnya tidak lazim. contoh kecil dan terdekat adalah pemanfaatan teknologi informasi. memang benar, dalam kurun waktu 10-15 tahun terakhir, perkembangan TI sangat pesat, khususnya keberadaan smartphone yang fungsinya bisa seperti personal komputer yang ada di genggaman, sehingga kita bisa memanfaatkan smartphone untuk sesuatu yang lebih produktif. 

Populasi smartphone yang semakin meningkat, bahkan saat ini mayoritas bila di bandingkan dengan future phone (yang hanya memiliki fungsi telekomunikasi berupa telepon dan SMS) membuat biaya internet jauh lebih murah dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu.

Puncaknya saat pandemi terjadi, terbentuk norma baru, yaitu kita dipaksa untuk melakukan interaksi dan komunikasi melalui smartphone tersebut, karena tidak diperkenankan bertemu langsung untuk menghindari penyebaran Covid-19. 

Satu per satu kebijakan pembatasan sosial pun diterapkan yang berimbas pada interkasi fisik di ganti interaksi online seperti sekolah bagi anak-anak yang haru menggunakan aplikasi meeting online termasuk juga perkuliahan bagi para mahasiswa. sektor kerjapun sama terdampaknya, kantor mulai menerapkan sistem work from home (WFH), sehingga pegawai tidak harus pergi ke kantor dan mengerjakan semua pekerjaan dari rumah. 

Masif nya IT di setiap lini kehidupan saat masa pandemi, orang-orang yang tadinya abai dalam interksi virtual baik melalui online meeting, onlie chatting, maupun sosial media akhirnya tahu dan mencoba berinterkasi dengan orang lain melalui sarana tersebut, dan merasakan kebebasan yang mungkin sulit didapatkan saat berinteraksi secara langsung.

Di antara contoh kegagapan dalam interaksi virtual adalah orang biasanya sungkan untuk berbicara didepan ratusan orang bahkan ribuan, tapi di sosial media maupun aplikasi percakapan, saat ini orang tanpa sungkan untuk mengutarakan sesuatu dengan lantang melalui text yang di kirimkanya kepada entah teman, kenalan dari teman dan orang yang mungkin tidak dikenal sama sekali,

 Hal itu bisa menjadi baik dan bagus bila berupa informasi yang telah di verifikasi (tidak mengandung hoax dan atau ujaran kebencian), tapi bisa juga menjadi preseden buruk dan negatif.

Bila yang dia utarakan ataupun share adalah hal yang sensitif, yang mungkin bisa kita bicarakan dengan orang yang benar-benar kita kenal dan bisa di ajak diskusi, tapi saat di media sosial, itu sudah berada di ranah umum,yang kita akan sulit mengendalikan feedback dari orang membaca stament kita walaupun itu hanya opini pribadi.

Isu tersebut memang sebelum pandemi sudah banyak beredar, tapi saat pandemi ini banyak orang mengandalkan informasi dari media sosial, yang tidak sering hal tersebut opini pribadi dari seseorang, yang mungkin tidak memverifikasi informasi sebelum di share, sehingga menimbulkan banyak pro dan kontra di tengah netizen. 

Paling dekat adalah begitu simpang siurnya tentang Covid-19, begitu setiap orang merasa begitu tahu segalanya (padahal bisa saja tidak seluruh informasinya valid) dan menyebarkan informasi dengan masiv sehingga walau info tersebut belum terverifikasi tetapi kadang dianggap sebagai kebenaran mayoritas (dalam kelompok yang mempercayainya) yang tidak jarang juga terkadang berkonfrontasi dengan pemegang otoritas kesehatan (terkadang hal tersebut karena merasa kurang puas dalam penanganan pandemi)

Internet tidak ubahnya alun-alun pada tempo dulu, tempat dimana orang berkumpul, banyak informasi disana, banyak informasi yang benar dan valid, namun juga banyak yang hanya gosip semata dan tidak tahu kebenaranya. menerima atau antipati terhadap norma baru, tergantung norma nya itu sendiri, apakah memang layak diterima atau memang harus kita tolak, karena terindikasi banyak mudhorotnya.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun