Mohon tunggu...
Hafiz Hasibuan
Hafiz Hasibuan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Filsafat Islam

Tinggal di Iran sambil studi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Serba-serbi Menghina Ras

1 Oktober 2020   22:04 Diperbarui: 1 Oktober 2020   22:10 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya dan teman dari Afrika. Dokumen dan olahan pribadi

Saya senang mendapat pemberiritahuan dari akun Kompasiana yang menjadikan topik pilihan pada tema Membully Ras. Bukan karena berita yang memberitakan bahwa masyarakat Indonesia ramai-ramai mengomentari negatif dengan hinaan kepada akun media sosial negara Vanuatu, tetapi karena perhatian Kompasiana bahwa sikap masyarakat kita yang melakukan penghinaan online tidak baik. Menghina online yang telah dilakukan netizen indonesia harus di larang.

Jika Kompasiana ingin mengkampanyekan penghinaan online terhadap ras Vanuatu tersebut tidak baik dan tidak layak maka saya akan bersedia untuk ikut membantu mengkampanyekan itu. Cara saya sebagai bloger adalah menuliskan pengalaman saya bagaimana hidup di antara ras yang berbeda.

Kesadaran tentang butuhnya toleransi antar keragaman tidak saya dapatkan karena saya tinggal diluar negeri. Tetapi saya memahami betapa toleransi itu penting dari daerah asal kelahiran saya Sumatra Utara yang memiliki keragaman marga, suku dan agama.

Keberagaman itu ada di setiap tempat. Kita dapat menyaksikan hampir di setiap desa di Sumatra utara memiliki masyarakat yang  hidup dengan keragaman. Jika pada desa itu tidak ada keragaman suku dan agama minimal ada keragaman marga.

Toleransi tidak hanya diperaktekkan oleh masyarakat tetapi juga di instansi. Kita dapat lihat misalnya pada penamaan universitas yang tidak menyebutkan nama tokoh seperti universitas Sumatra Utara (USU) dan universitas Islam Negeri Sumatra Utara (UINSU) yang tidak tertera nama tokoh.

Padahal Sumatra Utara memiliki banyak tokoh, hanya saja setiap suku dan agama memiliki tokoh yang tidak hanya besar di Sumatra Utara tetapi tingkat nasional. 

Demi menjaga toleransi, para penjabat disana tidak menambahkan nama tokoh daerah Sumatra Utara. Begitu juga nama bandara internasional Kuala Namo yang tidak memiliki nama tokoh, berbeda dengan bandara-bandara besar di Indonesia yang disematkan nama tokoh setiap daerah.

Begitu juga yang saya rasakan hidup di Iran. Ras saya berbeda dengan ras-ras yang ada di Iran; hidung mereka mancung sedangkan saya pesek; kulit saya kuning langsat sedangkan mereka putih; mata saya sipit sedangkan mata mereka besar. 

Perbedaan ras menyebabkan perhatian berbeda bagi masyarakat setempat jika melihat ada yang berbeda di antara mereka. Saya yang memiliki ras berbeda dengan mereka meresa tidak nyaman jika mereka melihat saya dengan pandangan bahwa mereka berbeda dengan saya, bagaimana jika mereka mengungkapkan perbedaan itu dengan kata-kata ataupun penghinaan pasti membuat benar-benar tidak nyaman.

Di media mainstream Indonesia sempat viral penghinaan terhadap mahasiswa Papua. Saya sempat merasa tidak enak dengan peristiwa itu. Kenapa warna kulit harus menjadi ucapan yang tidak baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun