Bagi sebagian besar di antara kita, kawasan rawa adalah daerah yang sebaiknya dihindari. Biasanya rawa adalah sarang nyamuk. Dengan mendatangi rawa, berarti kita sedang menyiapkan diri mengikuti program donor darah plus (plus gatal, plus sakit, plus jengkel, dkk). Selain itu, di rawa biasanya hidup binatang lain yang dianggap menjijikkan, seperti golongan reptil. Ditambah dengan kondisi banyak rawa yang sudah menelan korban, maka berwisata ke rawa merupakan ide yang gila!
Itu juga yang ada di benak saya saat ada teman yang mengajak untuk hiking di rawa! Hiking di rawa? Ya! Hiking di rawa! Langsung terdengar sayup-sayup di telinga saya, para nyamuk bertepuk tangan karena mereka tidak perlu susah-susah mencari mangsa. Ini mangsanya datang sendiri tanpa diundang. Terbayang di benak saya, bagaimana kalau ketemu dengan ular? Saya tidak takut dengan ular (yang tidak berbisa), tetapi kalau ukurannya besar..., rasanya bisa takut juga sih.... Bagaimana kalau nanti pas berjalan tiba-tiba kaki saya masuk rawa? Lalu tidak dapat ditarik lagi dan pelan-pelan tenggelam? Namun, saya mencoba untuk membuang jauh-jauh pikiran saya itu karena ingin tahu seperti apa sih wisata rawa ala Finlandia itu.
Kami berangkat berlima, 3 dewasa dan 2 anak menuju sebuah kawasan rawa bernama Pilpasuo.Â
Ini adalah kawasan rawa yang menjadi bagian dari taman nasional yang dikelola oleh Departemen Kehutanan.
Tiba di lokasi, kami disambut dengan hamparan pohon pinus yang tanahnya dilapisi oleh tumbuhan berwarna kuning-hijau-abu-coklat, namanya jäkälä.
Memasuki kawasan rawa di Pilpasuo, kita tidak perlu terlalu khawatir kaki masuk ke rawa karena daerah yang bisa membuat kaki masuk ke rawa dibuatkan jalan setapak dari kayu. Ini juga menjadi sebuah panduan berjalan sehingga orang tidak tersesat. Selain itu, beberapa pohon diberi tanda cat berwarna kuning, biru, dan merah. Warna ini menunjukkan jalur-jalur yang dapat diikuti.
Kami tiba menjelang senja, sekitar jam 18.00. Namun karena saat itu bulan Mei, maka jam 18.00 masih cukup terang untuk berjalan di area itu. Matahari baru terbenam sekitar jam 10 malam koq (seingat saya...). Saat kami berjalan, kami dikejutkan dengan suara burung kukuk. Ya... bunyinya memang kukuk-kukuk. Ini jenis burung yang biasa menitipkan telornya di sarang burung lain untuk dierami lalu induk semangnya itu juga akan memelihara anaknya sampai dewasa. Jahat ya!