Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Mafia di Tengah Pandemi COVID-19

21 April 2020   17:54 Diperbarui: 21 April 2020   17:57 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/illustrations/aggression-shame-suffering-487274/

COVID-19 juga telah membukan mata kita terkait dengan adanya mafia alat kesehatan. Sebagaimana diberitakan di kompas.com, ternyata Indonesia hanyalah menjadi penjahit yang harus membeli kembali barang jahitannya karena tidak punya bahan baku.

Benarkah kita tidak punya bahan baku? Langkah beberapa pengusaha pakaian yang menyulap pabriknya untuk membuat APD bagi para dokter dan paramedis sangatlah mulia.

PSBB

Sudah sejak lama banyak orang menyarankan pemerintah untuk lockdown. Beberapa politisi dan selebriti, bahkan dokter pun, ada yang dengankeras meminta kepada pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan tersebut. Namun, pemerintah tidak menurutinya.

Di sisi lain, ada juga pihak yang mendukung kebijkaan untuk tidak melakukan lockdown karena banyak alasan. Di permukaan, kedua pihak tampak sama-sama benar, tetapi pihak mana yang hanya berpura-pura? Saya tidak tahu...

Beberapa minggu terakhir muncul kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar), bukan PSPB yang dulu pernah menjadi nama sebuah pelajaran di sekolah di tahun 90an. Bagi yang masih ingat, berarti kita hidup pada masa remaja yang sama.

PSBB jelas akan berdampak besar bagi mereka yang bekerja di sektor publik seperti angkutan umum dan pekerja harian. Para pengemudi ojek (konvensional maupun daring) pasti tidak bisa bekerja.

Mereka yang mengemudikan mikrolet, bemo, metromini, dkk., jelas tidak bisa mendapatkan hasil seperti biasanya karena jumlah penumpang yang berkurang dan urusan jaga jarak.

Pekerja harian yang bekerja hari ini untuk makan besok pagi pun, pasti pusing memikirkan nasibnya, apalagi ketika ybs punya keluarga. 

Saya pikir, pemerintah memikirkan nasib mereka. Hanya saja, kita ini punya kendala data. Orang yang benar-benar membutuhkan tidak pernah terdata secara resmi sehingga menyulitkan pemerintah dalam kondisi seperti ini. 

Selain itu, ada masalah anggaran yang harus diselesaikan. Jika semua mengandalkan APBN, maka sudah pasti ABPN jika akan jebol dan ujung-ujungnya kita harus meminjam ke Bank Dunia atau IMF jika tidak ingin mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun