Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Bebas" dalam Asas Pemilu, Sebatas Apa?

14 Juni 2019   18:46 Diperbarui: 14 Juni 2019   18:50 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/photos/doors-choices-choose-decision-1767562/

Membaca berita dari kompas.com tentang pelanggaran serius yang dilakukan calon presiden 01, Jokowi, terkait ajakan memakai baju putih saat di TPS yang disampaikan dalam sidang pertama di MK hari ini membuat saya bingung, geli, dan tidak bisa mengerti cara menelaah kata ajakan. Apakah mengajak orang mengerjakan sesuatu bisa menjadi sebuah pelanggaran serius? Bisa!

Jika Anda mengajak orang untuk pergi memancing, maka itu bukanlah sesuatu yang serius. Namun ajakan untuk melakukan makar bisa berujung bui! Ada juga ajakan yang belum jelas serius atau tidak. Contoh, ajakan untuk mencuri. Beberapa orang mengatakan bahwa ini termasuk sebuah pelanggaran karena ada niat yang tidak baik. Yang lain berargumen bahwa kalau sebatas ajakan tetapi belum dilaksanakan, berarti belum masuk kategori pelanggaran.

Pendek kata, semuanya kembali kepada interpretasi masing-masing. Tim kuasa hukum Paslon 02 berargumen bahwa ajakan Jokowi tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap asas pemilu yang seharusnya BEBAS. Koq bisa ya?

Ajakan, himbauan, dan paksaan
Dalam bahasa Indonesia ada 3 kata, minimal, yang bertingkat terkait dengan hal ini. Ajakan menempati tingkat terendah, sedangkan paksaan berada di tingkat tertinggi:

  • Ajakan sifatnya meminta
  • Himbauan adalah memaksa dengan halus atau meminta dengan sungguh-sungguh
  • Paksaan adalah meminta dengan keras

Perlu saya tegaskan, bahwa ketiga definisi tersebut saya pikirkan sendiri berdasarkan konteks yang saya ketahui dan ditulis dengan kalimat yang mirip sehingga mudah untuk melihat tingkatannya.

Berdasarkan tingkatan tersebut, maka sebenarnya ajakan yang disampaikan oleh Jokowi tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat provokasi. Mereka yang setuju bisa mengikuti ajakan ini, sedangkan yang tidak setuju silakan datang dengan kostum pilihan sendiri. Ini perlu disampaikan agar kita semua bisa melihat duduk perkaranya dengan mudah. 

Asas Pemilu yang BEBAS

Saat saya menikmati masa anak-anak, hiburan satu-satunya dari TV adalah TVRI yang menayangkan serial boneka si Unyil setiap hari Minggu. Saya menikmatinya sebagai sebuah hiburan, walaupun setelah dewasa baru saya menyadari betapa banyaknya pesan politik yang disampaikan. Salah satu episode yang saya ingat membahas tentang LUBER (Langsung Umum Bebas Rahasia) yang menjadi asas pemilu di Indonesia.

  • Langsung: suara disampaikan langsung tanpa diwakilkan
  • Umum: berlaku bagi semua orang yang memenuhi syarat
  • Bebas: tidak ada paksaan dalam memilih
  • Rahasia: pilihan dijaga kerahasiaannya

Dalam sidang pertama gugatan pemilu di MK hari ini, tim hukum BPN menyoal 'ajakan Jokowi memakai baju putih pada 17 April 2019' melanggar asas BEBAS dalam pemilu. Setahu saya, asas BEBAS yang dibicarakan dalam pemilu menyangkut urusan pilihan terkait dengan calon atau partai, bukan dengan kostum. Kalau ternyata sudah diubah, berarti saya yang ketinggalan berita, mohon maaf.

Memang sah-sah saja mengaitkan kata BEBAS dalam asas pemilu dengan kostum, tetapi sepertinya terlalu berlebihan. Apakah negara ini sedemikian 'nganggur' sehingga mengurusi hal-hal kecil yang seperti itu? Perluasan ini bisa kemana-mana, misalnya rambut (warna, model, panjang), alas kaki (sepatu kets, sepatu kantoran, bahan alas kaki, warna, model, merek, sandal), baju (bahan kain, bahan kaos, warna, model, kancing, kerah, dll). 

Penutup
Saya mencatat bahwa calon wakil presiden 02, Sandiaga Uno, seperti diberitakan oleh detik.com dan Republika juga setuju dengan gagasan tersebut. Bahkan dalam video yang beredar di sosial media, dengan jelas Sandiaga juga mengajak masyarakat untuk 'memutihkan TPS'. Bukankah ini menjadi sesuatu yang kontradiktif? Oleh karena itu, saya mempertanyakan kemampuan tim hukum BPN untuk menganalisa fakta yang berujung pada mempermasalahkan ajakan Jokowi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun