Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

SOS, Pendidikan Guru di Indonesia

26 Mei 2018   19:49 Diperbarui: 26 Mei 2018   20:03 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Sebuah langkah awal yang baik, karena pendidikan dasar Finlandia dinilai merupakan salah satu pendidikan dasar yang terbaik di dunia. Semoga kita bisa segera melihat hasil kerja sama tersebut, semoga...

Indonesia tidak memiliki sekolah yang mencetak guru

Tahukah Anda bahwa Indonesia tidak memiliki sekolah atau pendidikan yang mencetak guru? Heran? Aneh? Ganjil? Itu reaksi yang saya temui saat orang mendengar pernyataan saya. 

Ya, jujur saya katakan, bahwa Indonesia tidak memiliki sekolah yang mencetak guru. Indonesia tidak memilki lembaga pendidikan yang mempersiapkan seseorang menjadi guru. Indonesia hanya memiliki sekolah yang mencetak SARJANA PENDIDIKAN. Bukankah penyandang gelar S.Pd bisa menjadi guru tanpa harus melewati berbagai macam sertifikasi? Betul! Namun, saya perlu menegaskan bahwa S.Pd tidak identik dengan profesi guru.

Apakah Sarjana Kedokteran (S.Ked) sama dengan dokter? Tidak! Seorang yang lulus dari Fakultas Kedokteran Umum (FKU) diwisuda dengan gelar S.Ked adalah seorang dokter muda, tetapi dia belum menyandang status sebagai dokter. Paham maksud saya?

Menyandang gelar S.Pd tidak otomatis membuat seseorang menjadi guru. Bukankah mereka belajar tentang ilmu mengajar? Bukankah mereka belajar tentang dasar psikologi anak? Bukankah mereka belajar tentang berbagai gaya belajar dan penilaian? 

Bukankah mereka belajar filosofi pendidikan? Bukankah mereka belajar tentang kurikulum dan pengembangannya? Bukankah mereka belajar tentang manajemen kelas? Bukankah mereka belajar tentang pengembangan bahan ajar? Bukankah ...? Bukankah ...? Bukankah ...? Silakan Anda menambahkan sendiri pertanyaan-pertanyaan sejenis karena terlalu banyak untuk dituliskan di sini.

Balik lagi ke S.Ked. Bukankah mereka belajar tentang tubuh manusia? Bukankah mereka belajar tentang mata? Bukankah mereka belajar tentang telinga? Bukankah mereka belajar tentang obat (farmakologi)? Bukankah mereka belajar tentang nutrisi? Bukankah mereka belajar tentang penyakit daerah tropis? Bukankah mereka belajar tentang sistem saraf dan peredaran jantung? 

Ya, semuanya itu mereka sudah belajar, tetapi tidak secara otomatis menjadikan penyandang gelar Sarjana Kedokteran berhak menjadi dokter. Lebih spesifik lagi, sebelum yang bersangkutan berhak menyandang gelar S.Ked, dia harus magang (koas) di RS lalu ujian. 

Dia boleh menjadi dokter setelah mengikuti program penempatan selama beberapa waktu (minimal 1 tahun) baru diambil sumpahnya untuk menjadi seorang dokter. Tahapan yang panjang, bukan!

Mungkin Anda berpikir bahwa tahapan itu begitu panjang karena dokter berurusan dengan penyakit dengan resiko maksimal pasien meninggal. Untuk memastikan kualitas seorang dokter, maka tahapan yang panjang ini harus dilalui. Apakah ini menjamin seorang penyandang S.Ked mampu menjadi dokter yang baik dan bertanggung jawab? Anda bisa menjawab sendiri....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun