Suatu waktu terselip dalam relung hati saya tentang musim kampanye yang begitu terlihat membosankan. Baliho terpasang sampai pelosok desa, mungkin itu menjadi perwakilan salam kenal si calon kepada masyarakat. Sebuah perkenalan yang diharapkan dari pandangan mata turun ke hati. Dengan salam kata manis, senyum merona, wajah gagah dan sikap welas asih. Medsos berkliaran meramu kalimat paling pas untuk merayu masyarakat. Sebenarnya itulah yang lahir di masa kampanye saja, setelah itu begitu menakutkan perjalanan mewujudkan janji politiknya, sampai kadang terlewati dan mencari kalimat pujangga untuk berkelit dari kejaran tanggung jawab.
Situasi sulit itu selalu ada sebab betapa semua harus menjadi pemberani, padahal 'berani' itu sikap yang tidak bisa pura-pura. Sikap yang alamiah seperti burung nuri yang tidak mungkin bisa menjadi rajawali, atau sebaliknya.
Kepekaan menjadi pemimpin Senduro tidak dengan konsep satu hari, juga ide kejar tayang untuk sesegera mungkin ditawarkan kepada masyarakat. Butuh kematangan hati, dan jernihnya membaca kebutuhan masyarakat. Untuk tahu itu juga tidaklah mudah, butuh juga waktu yang cukup lama. Generasi muda tidak perlu was-was tidak ada panggung, semua akan sejajar dalam peran dan kesempatan.
Asalkan mantap atas niat luhur, dan tindakan kreatif, gerakan kebaikan, serta mulai menjadi arus baru yang kuat dalam tekad membangun senduro lebih baik. Tanpa perlu biaya?, sangat bisa !. Jangan khawatirkan kebaikan sekecil apa pun kepada masyarakat, sebab saat paling romantis itu ketika Royalti kebaikanmu itu Allah SWT yang membalasnya. Kun Fayakun, insyaallah Senduro akan jauh lebih baik disaat pemimpinnya takut pada Allah SWT, sehingga apa yang ia lakukan bermanfaat bagi masyarakatnya.