Mohon tunggu...
hesty kusumaningrum
hesty kusumaningrum Mohon Tunggu... Human Resources - swasta

seorang yang sangat menyukai film

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Baca Seluruhnya, Jangan Hanya Judul

27 Maret 2019   10:25 Diperbarui: 27 Maret 2019   10:31 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: theliteschool.com

Ada fenomena menarik soal bagaimana masyarakat Indonesia dan dunia memperoleh berita saat ini. Kini mereka tidak lagi membaca berita dengan koran cetak yang biasa dilakukan 20 tahun lalu oleh para orangtua kita. 

Kini kegiatan mendengarkan radio, menonton televisi juga bergeser ke menikmatinya di internet. Kita bisa melihat banyak orang membaca ketika di kereta api, di ruang tunggu dokter, ketika menunggu dan menjemput anak sekolah dll.

Semua berita dan tayangan itu seringkali mereka peroleh dari media sosial yang mereka punya. Jadi facebook atau twitter menampilkan dan memilihkan beberapa berita untuk pembacanya. Atau instagram yang tahu selera topic kita akan memberikan beberapa berita ter-update yang mereka rasa perlu kita baca.

Cara memperoleh berita dengan jalan ini disebut referral. Secara teknis metode referral amat menguntungkan masyarakat karena media sosiallah yang 'bekerja' memilihkan informasi yang kita butuhkan. Hanya saja pada perjalanannya, metode ini membuat kita malas.

Sebagai contoh kita bisa melihat bahwa banyak orang mendapat berita dengan cara referral , tidak mengklik dan membaca secara penuh. Dia hanya memilih dan kemudian membaca judulnya. Padahal judul berita online kini banyak yang klikbait (judul yang membuat pembaca tergoda untuk mengkliknya). Masyarakat memang banyak mengklik berita itu tanpa membacanya. Karena itu mereka hanya paham judul (yang kadang menyesatkan itu), tanpa paham isi sepenuhnya.

 Meski hanya paham sepotong karena dari judul, mereka dengan percaya diri sering langsung membagi berita itu ke teman dan koleganya. Begitu mudahnya jempol membagi dan dalam sekejab berita itu sampai ke ratusan , ribuan bahkan jutaan orang. Itu yang kemudian media dan banyak orang mengatakan, berita viral.

Mungkin kita pernah membaca fenomena seperti itu. Konyolnya berita yang disebarkan berkatagori hoax atau berita palsu atau bohong. Mungkin kita ingat berita hoax soal gempa susulan di Palu dan Donggala, yang berkekuatan 8,1 SR setelah gempa dan tsunami pertama. Juga kabar tentang penculikan anak yang berlokasi di Kemayoran Jakarta Pusat yang ternyata adalah hoax. 

Juga hoax tentang konspirasi imunisasi dan vaksin, rekaman kotak hitam pesawat lion air yang sempat beredar di beberapa kalangan. Mungkin kita juga ingat Presiden RI yang diyakini punya keterkaitan dengan PKI, juga tentang penyerangan tokoh agama yang dikaitkan dengan kebangkitan PKI. 

Juga soal Ratna Sarumpaet yang menurut pengakuannya sendiri telah di aniaya oleh sekelompok orang di bandara Bandung. Juga kabar tentang beredarnya telur asli dan telur plastik.

Berita hoax itu begitu kencang dan beredar di masyarakat luas. Hoax --hoax itu seringkali menjadi pemecah masyarakat kita. Membuat satu pihak curiga terhadap pihak lainnya. Sehingga bangsa kita seakan-akan saling bermusuhan satu dengan lainnya.

Ke depan mungkin kita bisa belajar untuk lebih kritis dalam menerima dan menyebarkan sebuah berita. Jangan sampai berita hanya dibaca judulnya saja, sehingga menimbulkan salah sangka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun