Mohon tunggu...
Hesdo Naraha
Hesdo Naraha Mohon Tunggu... Freelancer - Sharing for caring by "Louve" from deep Instuisi-Ku

God Is Good All The Time 💝

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merdeka dalam Pilihan Menjadi Diri Sendiri

18 Agustus 2021   13:00 Diperbarui: 18 Agustus 2021   13:07 4477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap orang memiliki perspektif yang berbeda-beda dalam memaknai, arti “Kemerdekaan”. Merdeka tidak selalu terbatas pada realita historis, bahwa sebuah kaum, golongan atau bangsa pernah dijajah. Pandangan semacam ini membuat makna kemerdekaan hanya terbatas pada keadaan ketika penjajah telah pergi. Menurut saya, kemerdekaan memiliki makna yang jauh lebih filosofis dan menyentuh landasan paling fundamental dalam diri seorang manusia.

Tanggal 17 agustus adalah momentum paling bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal ini, Indonesia selalu diingatkan akan peristiwa pembacaan teks Proklamasi oleh dua tokoh paling berjasa, yaitu Bung Karno dan Bung Hatta. Fakta ini sudah menjadi pelajaran paling penting sejak seorang Warga Negara Indonesia (WNI) masih berpendidikan pada tingkat TK/PAUD sampai kapan pun, akan selalu didengungkan dalam hati.

Saya mencoba melihat makna lain di balik peristiwa kemerdekaan, secara khusus dalam usia ke-76 tahun kemerdekaan Indonesia. Kata merdeka memiliki makna sebagai sebuah keadaan bebas atau mengalami kebebasan. Adelbert Snijders menyatakan bahwa bebas berarti “tidak ada hambatan, tidak ada paksaan, tidak ada halangan, tidak ada aturan”. Artinya kemerdekaan atau kebebasan adalah kondisi dimana seseorang “seharusnya” bisa merdeka atau bebas dalam menentukan pilihan hidupnya sendiri.

Ketika para pahlawan di masa lalu berjuang untuk memperjuangkan kemerdekaan, hal ini tentunya didorong oleh situasi pada masa itu, di mana penjajahan membuat kebebasan hidup mereka menjadi terbatas.

Menurut Sigmund Freud (1856-1939) seorang tokoh psikologi paling populer di akhir abad-19 sampai saat ini. Kondisi dijajah memicu seseorang atau sekelompok orang akan berusaha melawan. Sebab situasi tersebut mengancam hilangnya kesenangan atau kebahagiaan dalam diri seseorang. Sehingga seseorang akan menggunakan semua daya dalam dirinya untuk berusaha melawan, dan mencapai kebebasan.

Saat ini kita sudah merdeka, tetapi sampai hari ini masih menjadi pertanyaan “apakah kita benar-benar merdeka?”

Diri yang merdeka: jiwa dan raga 

Kebebasan atau kemerdekaan adalah konsep yang membentuk kesan tertentu, sesuai dengan proses kognitif atau cara berpikir. Bagaimana seseorang memaknai situasi hidupnya sebagai kondisi yang merdeka atau dijajah, semuanya disesuaikan dengan perspektifnya dalam memandang  dan memaknai kemerdekaan itu sendiri.

Ketika seseorang merasa dirinya terbebas dari belenggu penjajahan, tetapi dalam pikirannya dia terperangkap oleh segudang rutinitas yang membuat jiwanya tidak bebas, maka kemerdekaannya menjadi bias, dan sangat subjektif.

Dalam upaya memahami sesuatu, kita harus bisa menggunakan kacamata yang tepat, upayakan untuk tidak kabur apalagi tidak fokus. Sebab objek yang ditangkap oleh mata kita akan membentuk persepsi, sehingga dampaknya dirasakan dalam tiga aspek paling fundamental: thought, emotion, behavior. Ketiganya saling berkaitan, dan berpengaruh secara signifikan.

Diri yang merdeka adalah suatu kondisi di mana seseorang secara sadar, penuh dan utuh menerima dirinya sendiri. Lebih dari itu, diri yang merdeka berarti seseorang berada dalam kondisi yang terbebas dari tekanan secara mental. Misalnya seorang pekerja keras, mereka sudah terbiasa dengan kondisi ketika harus berhadapan dengan begitu banyak tuntutan pekerjaan. Namun, mereka bisa merasakan makna kemerdekaan ketika manajemen kerjanya baik, maka dampaknya stres kerja juga lebih kecil, dan selalu merasa bahagia setiap kali mengerjakan pekerjaannya. Menurut saya inilah makna yang sebenarnya tentang diri yang merdeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun