Mohon tunggu...
Hesdo Naraha
Hesdo Naraha Mohon Tunggu... Freelancer - Sharing for caring by "Louve" from deep Instuisi-Ku

God Is Good All The Time 💝

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merdeka dalam Pilihan Menjadi Diri Sendiri

18 Agustus 2021   13:00 Diperbarui: 18 Agustus 2021   13:07 4477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sekali lagi, kemerdekaan adalah konsep yang sangat abstrak dan juga subjektif, sehingga perspektif adalah kunci untuk memahami dimana letak diri kita [masih dijajah] atau [sudah merdeka].

Jadilah dirimu dalam keadaanmu 

Saat ini kita hidup ditengah realita bahwa, kita bebas untuk hidup sesuai dengan  nilai, sistem dan prinsip yang diyakini oleh diri sendiri. Ada banyak orang yang telah menyadari hal ini, lalu men-designe hidupnya sesuai kemauannya, tetapi ada juga yang akhirnya dijajah oleh pikirannya sendiri.

Fenomena mengikuti trend masa kini, secara signifikan terjadi dalam diri generasi muda. Sayangnya originality value dalam diri menjadi hilang, sebab generasi muda cenderung mengikuti secara penuh role model-nya sampai-sampai melupakan jati dirinya yang sebenarnya. Dalam pandangan psikologi, perilaku semacam ini dikenal sebagai imitasi. Ketika bertemu dengan beberapa teman-teman yang cukup gesit mengikuti perubahan fashion style, mereka bercerita tentang adanya konflik batin yang cukup kuat dan bergejolak dalam diri mereka. Menurut saya, mereka adalah orang-orang yang sudah merdeka, namun berada dibawah penjajahan pikirannya sendiri.

Sudah seharunya kita hidup dalam sebuah kepastian bahwa diri yang merdeka, berarti hidup sesuai dengan keadaan diri kita yang sebenarnya, saya menyebutnya dengan originality value. Dulu saya sangat takut menggunakan celana pendek diluar rumah, apalagi ketika berada di kosan. Sebab dalam pikiran saya orang-orang akan melihat bentuk kaki saya, mengomentari bulu kaki yang sangat lebat, termasuk membicarakan bintik-bintik bekas luka akibat jatuh dengan sepeda. Itu semua membuat saya malu, takut dan sering menutup diri.

Suatu ketika saya mencoba berpikir lebih rasional, maka saya tiba pada satu pemahaman bahwa orang-orang di dunia ini tidaklah gabut untuk sekadar menilai kaki saya. Inilah kondisi yang disebut sebagai insecure, suatu keadaan dalam diri yang menunjukan rasa malu karena menurut kita orang akan menganggap kita rendah. Insecure tidak hanya terbatas pada perasaan rendah diri akibat perbandingan diri dengan keberhasilan orang lain. Saat kita merasa takut atau malu dengan keadaan diri yang sebenarnya, maka kita sedang merasa insecure juga. 

Sekarang saya jauh lebih nyaman dengan apapun yang saya gunakan, karena menurut saya kenyamanan bagi diri sendiri adalah hal yang paling penting. Bodo amat dengan apa kata orang, toh memang banyak orang di dunia ini yang juga berbulu lebat. Akhirnya saya bisa merasa nyaman dengan berbagai kondisi tanpa harus merasa malu atau takut. Sampai disini, maka saya sudah cukup meyakini bahwa merdeka itu benar adanya dan dapat dirasakan sepanjang waktu.

Memilih menjadi diri sendiri: ‘Kemerdekaan yang sebenarnya’

Tadi malam, saya menyelesaikan sebuah tulisan yang membahas tentang apresiasi terhadap orang-orang di sekitar. Saya memilih topik perempuan, sebab menurut saya perempuan itu sudah merdeka tetapi mereka masih sering dijajah. Saya bercerita tentang perempuan yang memilih didapur, bukan karena dia mengalah tetapi dia menerima dirinya sebagai seseorang yang merdeka dengan pilihannya sendiri.

Ada satu quotes yang paling berkesan dalam film Harry Potter. Saya selalu mengingatnya dan membuat saya menjadi percara diri, setiap kali perasaan rendah diri muncul dan menyerang.

“Yang membuatmu hebat bukanlah sebagai siapa kamu terlahir, tetapi pilhanmu. Sebagai apa yang kamu mau, itulah yang membuat mu berbeda”

–Albus Dumbledore.

Memilih untuk menjadi diri sendiri bukanlah hal yang mudah. Saya selalu kagum dan terinspirasi dengan Marisa Annita seorang aktris cantik, cerdas dan multitalent. Dia merupakan selebriti pertama di Indonesia yang menjalani hidup tanpa media sosial, padahal dulunya dia sangat aktif menggunakan media sosial. Alasannya sederhana, dia hanya ingin hidup dalam dunia yang sebenarnya serta menikmati hari-hari tanpa adanya kecemasan. Hampir setiap hari saya menonton video-videonya di Yotube, dia selalu bercerita tentang kehidupannya yang jauh lebih baik, karena bisa hidup bebas dan merdeka dari pengaruh media sosial, yang menurutnya toxic.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun