Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyigi Conflict of Interest Dalam Penyaluran Program Bansos Sembako

5 Maret 2021   10:58 Diperbarui: 5 Maret 2021   12:23 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dinsos.metrokota.go.id

Pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial RI telah memprogramkan tiga bansos yaitu program keluarga harapan (PKH), bantuan sosial tunai (BST) dan bantuan sosial sembako.

Untuk bantuan sosial sembako, pemerintah telah mengalokasikan anggaran dari APBN sebesar Rp. 42,5 triliun yang mencover 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM) diseluruh Indonesia. dimana besarnya bantuan sosial sembako yang akan diterima setiap keluarga penerima manfaat setiap bulannya sepanjang tahun 2021 sebesar Rp. 200.000,-.

Program bantuan sosial sembako nantinya akan disalurkan oleh pihak bank milik negara (himbara) yang ditransfer ke rekening masing-masing keluarga penerima manfaat melalui kartu keluarga sejahtera (KKS) yang diterbitkan oleh pihak bank penyalur.

Dalam implementasinya dilapangan, banyak pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan penyaluran bantuan sosial sembako dimaksud mulai dari pihak dinas sosial kabupaten, agen e-waroeng, pegawai bank penyalur, tenaga pendamping hingga kepala desa selaku pimpinan otonom di desa.

Sifat manusia untuk sebisa mungkin mengambil keuntungan dari setiap kesempatan yang ada pada dirinya dengan memanfaatkan potensi atau kuasa apa yang ada padanya atas sebuah wujud program bantuan pemerintah kepada masyarakat.

Tindakan mengambil keuntungan atas sebuah program pemerintah bukan dalam arti korupsi tetapi lebih kepada mengambil peran terlibat langsung dalam mekanisme rantai transaksi penyaluran bantuan sembako dimaksud.

Salah satu contoh mengambil keuntungan atas program bansos sembako dimaksud dimana, pegawai dinas sosial kabupaten, pihak bank, kepala desa yang merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai transaksi penyaluran bansos sembako, setidaknya memiliki wewenang dalam menentukan agen e-waroeng.

Dalam penentuan agen e-waroeng, pihak dinas sosial kabupaten atau kota berkoordinasi dengan pihak bank penyalur dalam menentukan agen e-waroeng. Tentu dengan kewenangan atas hasil koordinasi, tentu ada potensi untuk mengajukan keluarga dari pihak masing-masing untuk menjadi agen e-waroeng.

Karena sesuai implementasi dilapangan, dalam transaksi penyaluran sembako, agen e-waroeng bisa mendapatkan keuntungan yang cukup lumayan setiap bulannya tergantung dari banyaknya jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) disetiap desa atau gabungan dari beberapa desa.

Misalkan kita anggap satu agen e-waroeng itu melayani 250 Keluarga penerima manfaat dengan jumlah bantuan sebesar Rp. 200 ribu setiap bulannya. Dari setiap transaksi sebesar        Rp. 200 ribu yang dikonversi ke bahan sembako, agen e-waroeng bisa mengambil keuntungan setidaknya dengan range 10 ribu - 20 ribu per transaksi dari jumlah Rp. 200 ribu.

Keuntungan sebesar 10 ribu – 20 ribu per transaksi per keluarga penerima manfaat (KPM) apabila dikalikan dengan jumlah KPM sebanyak 250 keluarga penerima manfaat, maka agen e-waroeng akan mendapatkan keuntungan berkisar diantara range Rp. 2,5 juta – Rp. 5 juta.

Angka yang cukup lumayan bagi seorang agen e-waroeng yang didapatkan dimana penyaluran bantuan sembako tersebut hanya berlangsung 1 kali dalam sebulan. Tentu peluang menjadi age e-waroeng sangat menggiurkan.

Menurut penuturan dari teman dan pengamatan di lapangan , bahwa ada saja pihak pihak yang menempatkan keluarganya untuk menjadi agen e-waroeng. Baik itu keluarga dari pegawai dinas sosial, kepala desa dan bahkan pihak bank sendiri.

Yang lebih parah lagi, keluarga dari pihak pihak yang terlibat itu, sedari awal bukan memang agen murni yang artinya tidak berjualan bahan-bahan sembako sedari awalnya atau bisa dikatakan agen e – waroeng abal-abal.

Kondisi ini tentu menutup kesempatan kepada mereka-mereka yang merupakan pedagang sembako atau toko kelontongan murni sedari awalnya. Padahal ada yang sudah lama berpuluh-puluh tahun berprofesi sebagai pedagang sembako atau kelontong, justru orang lain yang tidak berprofesi sebagai pedagang sembako yang dipilih menjadi agen e-waroeng.

Seperti penulis lihat dilapangan di salah satu desa di kabupaten provinsi sumatera utara, sebut saja si A, dulunya si A berprofesi sebagai tukang jahit tiba-tiba berubah menjadi pedagang kelontongan, dan didaerah itu sudah ada pedagang kelontong murni yang sudah berpuluh-puluh tahun lamanya.

Namun si A yang berprofesi tukang jahit, berubah menjadi toko kelontong dan terpampang spanduk yang menunjukkan dia adalah agen e-waroeng di daerah itu. Tentu ini menjadi pertanyaan mengapa bisa? Kemungkinan-kemungkian faktor kedekatan dengan pihak-pihak dari bank, ataupun dinas sosial kabupaten menjadi faktor penentu dalam penetapan dia sebagai agen.

Ada juga sesuai pengamatan di lapangan, keluarga dari pihak dinas sosial kabupaten dan pihak bank yang ditetapkan menjadi agen e-waroeng. Walaupun dalam pedoman umum program sembako perubahan I tahun 2020 hanya menyebut bahwa yang tidak bisa menjadi agen e-waroeng itu adalah ASN, kepala desa, lurah, perangkat desa/aparatur kelurahan, anggota BPD atau badan permusyawaratan kelurahan, tenaga pelaksana bansos pangan dan termasuk pegawai bank penyalur.

Namun secara etika, ketika keluarga dari pihak ASN, kepala desa maupun bank baik itu keluarga sebagai istri, suami maupun anak dan sanak saudara, ini sudah bentuk perwujudan adanya conflict of interest atau konflik kepentingan.

Belum lagi pihak-pihak tersebut menjadi penyuplai bahan-bahan sembako kepada setiap agen e-waroeng yang secara prinsip dagang tentu akan mengambil keuntungan apabila sebagai penyuplai baik dalam jumlah kecil maupun besar. misalnya seorang ASN di dinas sosial kabupaten, memiliki kebun jeruk yang luas, dia akan menyuplai buah jeruk panenannya kepada agen yang ada di beberapa kecamatan misalnya.

Conflict of interest memang merupakan sesuatu yang sulit untuk dihilangkan ketika seseorang itu berada dalam kuasa dan kewenangannya dalam menentukan setiap kebijakan dan keputusan.

Semuanya kembali kepada para stakeholders atau pihak-pihak yang terlibat untuk mengedepankan etika yang mengedepankan prinsip profesionalisme dan melaksanakannya sesuai dengan aturan pedoman yang sudah ditentukan sehingga program penyaluran bansos sembako ini benar-benar dilaksanakan oleh pihak atau subjek orang yang tepat dan pantas untuk melaksanakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun