Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Regenerasi Petani sebagai Fondasi Penguatan Pembangunan Pertanian untuk Kedaulatan Pangan Indonesia Tahun 2045

21 Mei 2019   16:29 Diperbarui: 21 Mei 2019   16:59 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tema          :  Pertanian Indonesia Maju

Sub Tema :  Regenerasi Petani

Penguatan pembangunan pertanian untuk kedaulatan pangan Indonesia ditentukan oleh banyak faktor yang salah satunya adalah regenerasi petani. Banyak capaian yang sudah dilakukan oleh Pemerintah baik pusat maupun daerah dalam bentuk pengalokasian anggaran dalam bidang pertanian. Porsi anggaran untuk menggenjot kemajuan pertanian melalui pembangunan infrastuktur pertanian seperti infrastruktur irigasi, embung, pemberian bibit, subsidi pupuk merupakan capaian yang patut diapresiasi sebagai sebuah kebijakan yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan. Diantara capaian- capaian itu terlukiskan sebuah kondisi dimana adanya masalah regenerasi petani di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik selama satu dekade terakhir (2003 - 2013) diindakasikan adanya penurunan jumlah rumah tangga yang bergerak dibidang usaha pertanian sebanyak 5,096 juta Rumah Tangga. Sejak tahun 2010 - 2017 persentasenya mengalami penurunan sebesar 1,1 persen per tahun. 

Pada tahun 2010, setidaknya terdapat 42,8 juta jiwa masyarakat yang menggeluti bidang bercocok tanam. Namun pada tahun 2017, jumlahnya turun menjadi hanya menjadi 39,7 juta jiwa. Terdapat penurunan sebesar 3,1 juta jiwa sejak tahun 2010 sampai dengan 2017. Hal ini tentu akan berdampak terhadap jumlah rumah tangga dibidang usaha pertanian yang akan menjadi salah satu faktor penentu dalam keberlangsungan pembangunan pertanian. Adanya mindset yang sudah berakar dalam pikiran setiap pemuda di desa bahwa bekerja sebagai petani dan tinggal di desa tidak membuat status sosial sesorang itu terangkat dan rasa malu apabila tinggal didesa dan menjadi petani. 

Sepertinya menjadi petani sudah berada dalam status sosial yang paling bawah. Kalaupun ada memilih menjadi petani maka bisa saja itu menjadi pilihan terakhir diantara pilihan-pilihan yang tidak mungkin tercapai. Situasi ini juga tidak terlepas dari fenomena dalam hal komposisi usia petani kita, dimana fenomena gerontokrasi sedang menghantui. Fenomena gerontokrasi ini adalah kondisi dimana jumlah petani berusia 50 tahun keatas lebih besar persentase nya dibandingkan dengan jumlah petani berusia dibawah 50 tahun. 

Hasil survey menunjukkan bahwa petani dengan usia diatas 50 tahun sekitar 52 persen sementara usia 20 -- 39 tahun sebesar 18 persen dari jumlah rumah tangga petani. Seperti didaerah penulis yaitu di daerah kabupaten tapanuli utara, petani di desa yang pernah penulis amati lebih banyak orangtua yang bercocok tanam dan mengelola lahan pertaniannya baik itu tanaman padi, tanaman cabai. Gambaran di satu desa dalam satu kabupaten bisa menjadi representasi dari semua desa bahwa dominasi orangtua dibidang usaha pertanian itu memang terjadi.

Lalu bagaimana dengan keterlibatan pemuda dan penduduk usia produktif untuk memangku peran sebagai generasi petani di Indonesia?. Pemuda dan penduduk usia produktif tidak memilik ketertarikan untuk tinggal di desa dan menganggap bahwa menjadi seorang petani tidak bisa menjanjikan masa depan yang baik dan dianggap tidak mampu lagi menjadi sandaran hidup. Generasi muda lebih memilih untuk hijrah ke kota yang dianggap dapat meningkatkan taraf hidup dan status sosial. Pesatnya perkembangan aplikasi teknologi yang dibuat oleh perusahaan startup yang berbasis teknologi seperti perusahaan gojek, gocar, grab memberikan dampak positif dalam penciptaan lapangan kerja. 

Hal ini menarik minat para milenial untuk lebih memilih bekerja sebagai driver online di kota daripada memilih menjadi sebagai petani di desa. Yang menurut mereka apabila menjadi seorang driver ojek online bisa memberikan penghasilan yang lebih baik daripada menjadi seorang petani didesa. Apabila menjadi seorang driver ojek online maka penghasilan bersifat cash on hand atau bekerja hari ini maka uang tunai akan mereka dapatkan. 

Berbeda dengan menjadi petani, apabila bekerja pada hari ini, mereka tidak langsung mendapatkan uang tunai melainkan harus menunggu masa panen tanaman. Akibat tidak kompetitifnya desa, para milenial lebih memilih merantau ke kota walaupun hanya bekerja sebagai driver ojek online dan pekerjaan diperusahaan yang tersedia. Tentu apabila situasi ini terus berlanjut maka akan berdampak kepada tingginya laju urbanisasi. Menurut survey Bappenas, pada tahun 2030  sekitar 70 % populasi penduduk Indonesia akan tinggal diperkotaan. Apabila tidak segera diatasi akan berpengaruh terhadap laju penurunan regenerasi petani di Indonesia.

Menurut Penulis, ada beberapa pendekatan kebijakan yang dapat diambil untuk menjaga kesinambungan regenerasi petani dan menarik minat generasi muda untuk terjun dalam usaha bidang pertanian. Adapun cara-cara yang diambil tersebut adalah sebagai berikut :

1. Membentuk sejak awal mindset menjadi petani itu lebih menjanjikan masa depan dan dapat memberikan lapangan kerja bagi masyarakat didesa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun