Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Semarak Ramadhan dalam Spiritualitas dan Perekonomian

16 Agustus 2012   20:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:39 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="475" caption="sumber:tempo.co"][/caption]

Bulan Ramadhan memang terasa istimewa. Di bulan ini begitu semarak baik dalam sisi spiritualitas dan perekonomian. Semarak spiritual dalam arti semangat dalam keagamaan, baik bersifat ritual dan sosial. Dalam Ramadhan ini bisa dilihat masjid-masjid kerap mengadakan kegiatan baik itu ceramah agama, pengajian, tadarusan, i’tikaf (berdiam diri di masjid) sampai dengan buka bersama. Dan itu disambut hangat dengan penuhnya jamaah yang berpartisipasi.

Dalam spiritual sosial pun meningkat dengan banyaknya para dermawan yang menyumbangkan hartanya. Bagi kalangan biasa pun juga tidak ketinggalan dalam menyumbang walau dalam skala kecil, di kotak amal sampai memberi kepada pengemis. Memang anjuran agama dalam bulan Ramadhan ini agar memperbanyak shadaqoh, serta kewajiban membayar zakat. Sebagai tempat penyalurannya, maka di masjid, sekolah, instansi, dan lembaga keagamaan sengaja membentuk pemerimaan zakat dan shadaqoh untuk diberikan kepada yang berhak.

Di media masa pun baik cetak maupun elektronik memberi ruang khusus untuk menyemarakkan Ramadhan ini. Kajian dan hikmah yang bersifat religi banyak diulas. Banyak pula bermunculan para dai muda dan tokoh agama yang memberi tausyiah Ramadhan ditinjau dari segala aspeknya terutama menjelang sahur dan puasa.Acara talkshow, sinetron, bahkan hiburan turut menyesuaikan.

Di lain sisi, perekonomian juga bertambah semarak. Banyak dijumpai di sudut jalan, tampak adanya pasar kaget yang menjajakan berbagai kebutuhan masyarakat. Mulai dari jajan, kolak, takjil, dan makanan ringan. Apalagi saat sore menjelang berbuka puasa, pasar kaget itu bertambah ramai baik penjual atau pembeli. Para penjual pun banyak yang “dadakan” karena sebelumnya tidak ada aktifitas seperti itu. Biasanya para anak muda atau mahasiswa dan beberapa orang yang mencoba meraup rejeki dari momentum Ramadhan, hitung-hitung belajar berwiraswasta.

Boleh dibilang para pedangang di bulan Ramadhan ini omsetnya meningkat karena banyaknya permintaan, walaupun harga sudah dinaikkan rupanya tidak mengurangi antusias pembeli. Bahkan para pengemis pun “omsetnya” meningkat dari bulan sebelumnya. Tidak heran pula dibeberapa tempat jumlah pengemis bertambah, terlepas itu yang “abal-abal” atau ganti profesi yang sering diistilahkan pengemis musiman.

Di kota besar keberadaan mal juga penuh dengan pengunjung, baik sekedar “cuci mata” atau memang yang benar-benar berbelanja. Suasananya pun dihiasi pernak-pernik, ornament, dan desain yang beraroma Ramadhan mulai dari ucapan selamat, gambar masjid, serta ketupat. Di pasar tradisional pun juga bertambah ramai seiring dengan meningkatnya jumlah kebutuhan pokok keluarga yang bersifat kolektif.

Aktivitas lain seperti pengiriman barang, transportasi juga meningkat. Uang yang beredar pun bertambah. Hal ini disebabkan adanya Tunjagan Hari Raya (THR) hari raya yang diterima para pegawai. Di luar profesi itu, uang tabungan yang selama ini di simpan turut dikeluarkan. Belum lagi ada aliran trillunan rupiah dari luar negeri yang dikirim para pahlawan devisa, TKI. Maka tidak heran pula transaksi di perbankan meningkat tajam dengan berbagai keperluan dan tujuan.

Dan sebagai puncaknya adalah menjelang hari raya dengan “ritual” pulang kampung. Uang mudik yang beredar boleh dibilang cukup besar. Menurut Renald Khasali dalam tulisannya di Jawa Pos (14/8), menyatakan ada sekitar 50 triliun yang beredar dari 15,4 juta pemudik. Yang mencakup dari jasa transportasi, telekomunikasi, hiburan, pakaian, dan kuliner. Dana yang dihimpun dari zakat fitrah dan shadaqoh pun cukup besar, jika disalurkan dengan baik cukup untuk memperpendek jurang kesenjangan.

Memang benar pola konsumsi masyarakat pada bulan Ramadhan cukup meningkat, baik pada urusan primer dan sekunder (mudik,sandang). Tujuannya memang -tidak dipungkiri- ada untuk kesenangan diri sendiri dan keluarga. Namun dengan adanya kewajiban zakat fitrah, maka kita harus peduli juga kepada kaum yang tidak berpunya, sifat kepedulian sosial pun meningkat. Dan di situ dengan pengelolan dana zakat dan shadaqoh yang baik, kita dapat melihat para anak yatim dan kaum terlantar dapat tersenyum dengan adanya bantuan dan bingkisan. Maka hampir semua lapisan dapat menikmati semarak dan indahnya bulan Ramadhan.

Memang benar apa yang dikatakan Lucky Syafril-EVP, Head of Treasury, Commonwealth Bank Indonesia (Kompas, 5/7/2012) bahwa keseimbangan aktivitas kerja dan ibadah serta pendapatan dan aktivitas ekonomi, rasanya hanya terjadi pada bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Bahwa dalam segi perekonomian meningkat juga dibarengi dengan meningkatnya semangat spiritual. Kita dituntut untuk bergembira tidak secara sendirian tetapi juga harus berbagi terutama bagi yang membutuhkan.

Bulan Ramadhan memberi keseimbangan antara urusan personal dan sosial, kepentingan pribadi dan komunal (ummat), iman dan amal, serta dunia dan akhirat. Dan semoga hal dapat berlanjut pada bulan-bulan selanjutnya. Dengan tujuan bahwa perekonomian yang baik akan menuju pada kesejahteraan dan keadilan sosial. Di sinilah peran agama secara spiritual tidak saja mementingkan urusan akhirat, tetapi tidak melupakan urusan dunia yang sebagai sarana menuju tujuan (hari akhir).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun