Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Peristiwa “Sandal Jepit” dan Optimisme akan Bangsa Sendiri

1 Maret 2013   16:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:29 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13621573991968681923

Pada Jumat malam (1/03) saya menyempatkan sholat Isyak berjamaah di salah satu masjid di kawasan Tebet, Jakarta. Sholat berlangsung lancar dan seusai itu saya duduk untuk berdoa dan dilanjutkan dengan sholat sunnah. Dan sesudah itu saya bergegas untuk pulang. Dan betapa terkejutnya saya sampai di depan pelataran masjid tempatsandal jepit saya tinggalkan ternyata tidak ada. “Aduh ada yang membawa,”pikiran saya. Saya coba telusuri sepanjang pelataran siapa tahu sandal jepit itu berpindah karena dipakai jamaah lain setelah berwudhu.

Merasa kebingungan, saya diperhatikan jamaah yang lain. Rupanya mereka sudah bisa menebak bahwa saya kehilangan sandal, bisa jadi merupakan kejadian biasa walau di lingkungan masjid. Saya jelas bingung dan sedikit kesal dengan bergumam “Masak saya pulang dengan nyeker,. Rupanya takmir masjid yang di depan saya, sedikit menghibur dengan menyarankan mencarinya lagi disekeliling siapa tahu ketemu, dan saya lakukan saran itu dan hasilnya tetap nihil. Hati sedikit lega karena di situ ada sandal jepit yang mirip ddengan kepunyaansaya yang hilang itu. Saya waktu itu positivethinking saja bahwa sandal tertukar. Namun saya tidak berani untuk memakai sandal itu untuk pulang takut milik jamaah yang lain yang masih ada di masjid. Akhirnya saya putuskan duduk di undakan masjid untuk menenangkan diri.

Rupanya ada seorang jamaah yang mengetahui bahwa saya kehilangan sandal. Seorang lelaki dewasa yang mau pulang dengan mengendarai motor matik. Tanpa saya duga beliaunya menawarkan sandalnya untuk diberikan kepada saya, dengan tidak enak hati saya menolak permintaan bapak itu. Dan rupanya bapak itu tidak basa-basi dengan perkataanya itu. Dengan posisi yang sudah duduk di motor yang siap meluncurlangsung melepas sandalnya dan berujar“Sudah pakai saja sandal ini, rumah saya dekat kok, dan semoga barokah,”.

Tanpa memberikan kesempatan kepada saya untuk menerima atau menolak permimntaan itu, beiaunya langsung tancap gas bergegas meninggalkan halaman masjid. Takmir masjid yang meyaksikan kejadian itu membawakan sandal dari jamaah yang baik itu kehadapan saya. Saya lihat sandal japit punya beliaunya cukupbagus berwarna orange, dari harga sudah pasti lebih mahal dari punya saya.Di situ saya bersyukur bahwa disaat saya mengalami “musibah” ternyata Tuhan –melalui jamaah itu- memberikan solusi, dan gantinya lebih baik pula.

Saya tidak keburu untuk memakai pemberian jamaah itu. Saya masih berpikiran bahwa sandal saya tertukar. Untuk itu saya putuskan untuk menunggu sampai para jamaah yang lain pulang, untuk menyakinkan bahwa sandal saya benar-benar tertukar. Dan rupanya jamaah sudah hampir semuanya pulang dan takmir menutup pintu masjid sebagai tanda bahwa aktifitas masjid malam itu sudah usai. Karena sudah sepi akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa sandal memang tertukar walaupun itu belum tentu juga.

Bagaimana pun saya harus pulang. Saya hampiri takmir masjid itu, dan menanyakan apakah kenal dengan jamaah itu, “ya,” jawabnya mantap. Sembari pamit saya pesan kepada bapak takmir itu, “Pak rupanya sandal memang tertukar, tolong sampaikan salam saya kepada jamaah tadi dan terimakasih atas kebaikannya ini,” dan takmir itu mengangguk dan berjanji akan memberikan kembali sandal orange itukepada pemiliknya.Bukannya saya menolak rejeki yang tanpa terduga itu, bagi saya sudah cukup memakai sandal yang memang “lebih jelek” daripada sandal yang saya pakai sebelumnya. Sudah terasa lega bagi saya bahwa kejadian ini ada solusinya dan pulang tidak nyeker.

[caption id="attachment_246435" align="aligncenter" width="495" caption="Walaupun tidak sebagus sandal jepit sebelumnya, cukup melegakan pulang tidak keadan nyeker. Dok. Pribadi"][/caption]

Saya pun sering mendengar dan membaca kisah tentang kebaikan yang dilakukan seseorang. Beberapa diantaranya kisah tentang kebaikan yang terjadi di negara lain, yang begitu terpesona akan kebaikan perilaku bangsa lain dan kadang membandingkan dengan bangsa sendiri. Dan dari peristiwa “sandal jepit”membukakan mata saya bahwa bangsa sendiri tidak kalah baiknya dengan kebaikan bangsa lain. Bahwa jamaah itu tidak kenal dengan saya, dan beliaunya dengan penuh empati dan suka rela memberikan sandal itu kepada saya. Dan itu dilakukannya begitu spontan dan tanpa memberikan kesempatan kepada saya untuk sekedar hanya memberikan ucapan terima kasih, beliaunya berlalu begitu saja.

Jakarta, kota metropolitan yang katanya lebih kejam dari ibu tiri ditambah lagi persepsi yang mengatakan bahwa warganya terkenal individualis, loe-loe gue-gue, ternyata masih ada orang baik di sini. Orang yang yang berbuat baik dengan spontan, tanpa memperhatikan kenal atau tidak, dan dilakukannya tanpa beban dan mengharapkan imbalan. Jakarta memang gudangnya maksiat, kejahatan baik kualitas maupun kuantitas banyak terjadi di sini. Bisa jadi Tuhan tidak menurunkan azab di Jakarta karena masih ada orang yang berbuat baik tanpa pamrih dan hanya mengharap ridho-Nya.

Melaui peritiwa “sandal jepit” ini, saya optimis bahwa bangsa Indonesia masih mempunyai jati diri sebagai bangsa baik untuk dipandang sebagai bangsa besar. Potensi ke arah itu ada, mungkin hanya belum menemui masa yang tepat saja.Kita berdoa dan berusaha mudah-mudahan diberikan pemimpin dan pemerintahan yang amanat sehingga mampu menciptakan masyarakat yang benar-benar baik. Sehingga ketika orang berbuat baik bukanlah suatu ketertakjupan seperti pada saat ini yang merupakan barang langka.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun