Mohon tunggu...
Heru Tri Budi
Heru Tri Budi Mohon Tunggu... Pemuka Agama - pemerhati kesehatan jiwa dan keluarga

Teman sharing keluarga dalam obrolan seputar kesehatan emosional, spiritual, relasional dalam keluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tips Mengalami Kebebasan dari Rasa Takut

11 Desember 2017   17:39 Diperbarui: 11 Desember 2017   19:34 1983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rasa takut adalah sebuah reaksi emosional terhadap bahaya dilihat atau dialami. Perasaan ini sebenarnya merupakan respon alamiah terhadap pesan yang dikirim otak ke tubuh yang bereaksi terhadap adanya bahaya. Pesan tersebut bisa akurat, bisa juga tidak. Masalahnya sebenarnya bukan terletak pada emosi yang Anda rasakan, tetapi pada hal-hal yang menyebabkan Anda merasakannya. Sejauh manakah bahaya yang membuat Anda takut itu benar-benar nyata?

Dalam dunia psikiatri dikenal adanya 3 jenis ketakutan: Pertama, Ketakutan yang biasa atau wajar, yaitu rasa takut muncul karena obyek yang ditakutinya jelas, misalnya takut binatang buas, terjadi bencana alam, mengalami kecelakaan dsb. Kedua, Kecemasan, yaitu kalau obyek yang ditakutinya tidak jelas tetapi membuat perasaan tidak enak, jalan mondar-mandir, merasa ada sesuatu yang akan terjadi tetapi sebenarnya tidak diketahui benar tidaknya (hanya bersifat dugaan, 'merasa' atau 'siapa tahu'). 

Ketiga, Fobia , yaitu ketakutan yang sifatnya irasional, bisa takut kepada situasi ataupun obyek yang tidak masuk akal dan berusaha menghindarinya. Misalnya takut naik lift (padahal liftnya dalam keadaan baik-baik saja), takut ketinggian, takut gelap, takut ruangan sempit dsb.

Biasanya ketika kita merasa takut, reaksi yang muncul dapat terlihat pada fisik, seperti keringat, detak jantung meningkat dan gemetaran. Meskipun rasa takut itu seringkali bisa mengerikan, tetapi rasa takut merupakan bagian hidup kita yang nyata yang harus dihadapi. Sebagian besar rasa takut itu biasanya 85 % imajinasi dan 15 % fakta. Hal ini berarti rasa takut kita sebenarnya lebih berupa emosi negatif yang salah.

Ada empat sumber ketakutan yang bisa memicu ketakutan kita, yaitu: karena berhadapan dengan bahaya, karena konsekuensi atas kesalahan yang telah dilakukan, karena pengalaman traumatis yang teralami dan terakhir karena hal-hal yang terkait dengan masalah spiritual dan teologis. Tanpa menyelesaikan sumber ketakutan ini dengan benar akan membuat parasaan takut tidak sungguh-sungguh hilang. Perlu mencari sumber atau akar ketakutannya sehingga kita bisa mengalami kebebasan dari rasa takut kita.

Rasa takut yang berkepanjangan bisa berdampak negatif bagi seseorang yang mengalaminya. Rasa Takut bisa membuat karakter menjadi lemah, misalnya citra dirinya menjadi rusak sehingga ia menjadi minder atau sebaliknya menjadi pribadi yang agresif. Orang yang memiliki karakter lemah biasanya menjadi orang yang takut gagal, inisiatif lemah, sulit membuat keputusan, tidak berani menyelesaikan masalah.

Rasa takut yang berkepanjangan berdampak pada relasi yang tidak sehat, karena fokus hidupnya cenderung pada hal-hal yang salah, misalnya: terlalu mengasihani diri sendiri (fokus pada perasaan) atau sombong (fokus pada harga diri); Takut tertolak sehingga sangat mudah kompromi dengan hal-hal yang salah,  tidak punya pendirian, selalu berusaha menyenangkan semua orang -walaupun sebenarnya tidak sesuai hati nuraninya; Penuh prasangka, suka menghakimi dan mengendalikan orang lain sebagai usaha untuk mencari rasa aman yang semu. Rasa takut yang berkepanjangan juga membuat pertumbuhan pribadi menjadi terhambat. 

Misalnya: pola pikirnya cenderung negatif  yang orientasinya pada hal-hal buruk, tidak berani berinisiatif, pasif atau menunggu, dan tidak berani mencoba karena takut gagal dan takut salah.

Bagaimana seseorang menanggapi rasa takutnya? Biasanya ada tiga macam cara orang menanggapi rasa takut. Pertama, ia mau mengakui rasa takutnya dengan jujur dan berusaha mengatasinya; Kedua, ia akan lari dari rasa takutnya dan berusaha melupakannya; Ketiga, ia berusaha menutupi rasa takutnya, mengabaikannya dan berharap semuanya berlalu dengan sendirinya. Cara terbaik untuk mengalahkan rasa takut adalah menghadapinya, maka cara yang pertama sangat disarankan.

Bagaimana mengelola rasa takut dengan bijak sehingga jiwa kita menjadi sehat?

  • Terimalah fakta bahwa Anda sedang mengalami apa yang namanya rasa takut. Jangan mengingkarinya atau mengabaikannya. Penyembuhan batin berjalan seiring dengan kejujuran dengan apa yang Anda rasakan.
  • Kenali hal-hal yang menyebabkan rasa takut Anda. Dengan mengenali penyebabnya, Anda akan lebih mudah untuk mengatasi rasa takut Anda. Hadapilah yang nyata dan buanglah yang hanya bersifat imajinasi.
  • Lihatlah rasa takut itu dengan benar. Dalam hal ini pendekatan spiritual akan sangat menolong. Lihatlah hal-hal yang membuat Anda takut dan rasa takut yang Anda alami dalam sudut janji-janji Tuhan yang tertulis di Kitab Suci Anda. Kata-kata Tuhan seperti: "Jangan Takut" atau "Aku menyertaimu" yang kita imani akan mengubah sudut pandang dan emosi kita terhadap hal-hal yang sebelumnya membuat kita merasa takut.
  • Hadapilah rasa takut Anda dan bereskan penyebabnya dalam anugerah Tuhan. Jangan menyangkal kalau Anda takut, jangan mengabaikan atau coba melupakannya, tetapi hadapilah dan bebaskan diri Anda dari rasa takut itu. Percayaalah semuanya ada hikmahnya.
  • Ganti rasa takut dengan emosi yang lebih kuat, yaitu: Kasih. Kalau Anda terbuka untuk menerima kasih dan rela membagikan kasih maka ketakutan tidak akan menguasai emosi Anda, sebab kasih yang sempurna akan mengalahkan ketakutan. Pribadi Tuhan Sang Pencipta menjadi kekuatan yang paling positif untuk mengubah rasa takut dengan rasa aman yang sejati karena Dia adalah hakekat Kasih itu sendiri.

Kiranya tips ini membawa manfaat bagi Anda. Karena hidup Anda akan lebih bahagia dan produktif jika Anda berhasil membebaskan diri dari ketakutan yang memenjarakan hidup Anda. Pemenang sejati bukan orang yang tidak pernah mengenal rasa takut, tetapi orang yang bisa mengelola rasa takutnya menjadi sebuah energi hidup yang positif dan yang tidak mau terpenjara oleh rasa takutnya berkepanjangan. (hatebe/11/12/2017)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun