Mohon tunggu...
Heru Prasetio
Heru Prasetio Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Lahir dan besar di Palembang , hobi baca, nulis dan mulai suka jalan #JalanHeru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Alasan (Sebenarnya) Rian Tak Suka Durian

12 Januari 2022   06:23 Diperbarui: 26 Maret 2022   16:09 1325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            TANGAN tua keriput Mak telaten menggasak punggung Rian dengan koin lima ratus jadul bergambar burung cendrawasih berpoles minyak angin. Pola tulang ikan hampir selesai dilukis dengan warna merah pekat, tanda pembuluh darah kapiler di permukaan kulitnya pecah. Rian menggigit bibir menahan sakit saat dikerok. 

            “Sudah Mak bilang, kau kan dak bisa makan durian. Sudah pantangan dari kecil. Ingatkan kejadian kelas enam SD kau sakit tujuh hari tujuh malam gara-gara makan durian dari Wak Hasan?”

            “Iya, Mak. Ingat nian aku.” Tangan kanan Rian memijit kepalanya yang pusing tujuh keliling.

            “Ya sudah, awas kau ulangi lagi makan durian. Untung ini cuma demam satu hari.” Pola ikan di punggung Rian sudah terbentuk sempurna kanan-kiri.

            “Iya, Mak. Padahal baru makan tiga biji, langsung mabuk, kepala jadi pusing keliyengan. Aku dak enak hati dengan kakak senior kampus bayarin makan durian tadi.”

            Badan Rian menggeliat geli saat diurut tangan tua Mak dari leher, bahu hingga pinggang. Mak puas mendengar suara sendawa keras Rian, tanda keluarnya angin dan demam akan membaik. Tak luput, teh hangat buatan Mak diseruput Rian secara perlahan hingga tegukan terakhir.

***

            Percakapan empat tahun lalu masih terus terngiang di pikiran Rian. Dua hari lagi kejadian itu akan terulang kembali. Bedanya kini tak ada lagi Mak yang siap sedia melayani Rian jikalau mabuk akibat makan buah berduri dan bau menyengat itu. Di sudut kamar kost sempit ini, Rian termenung memutar otak dan memikirkan cara yang masuk akal agar punya alasan untuk tidak dapat menghadiri acara pesta durian bersama rekan kerja. Pesta tersebut diadakan karena target tahunan di bagian departemen tempatnya kerja melampaui batas.

            “Halo, Rian! Makanlah pula durian yang sudah Wak belah ini. Sedap nian. Wak Hasan sudah susah payah belahnya pakai pisau tumpul punya Mak kau. Makanlah wahai keponakanku!” Rian menggelengkan kepala tanda tak mau.

            “Ciumlah dulu baunya dan rasakan sensasinya! Bau semerbak buah surga ini benar-benar buat nagih. Rugi nian kalau kau dak mau mencicipinya!” Rian nutup mulut dan hidung tanda tak tahan dengan bau menyengat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun