Mohon tunggu...
Rahmat HerryPrasetyo
Rahmat HerryPrasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis lepas dan editor freelance.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Laptop Anakku

2 Desember 2022   13:45 Diperbarui: 2 Desember 2022   13:51 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu pagi, setengah panik, anakku bilang, "Pa, laptonya nggak bisa nyala." Lalu kutanya apa sebabnya. Anakku, yang saat ini masih kuliah di sebuah universitas negeri di Jakarta mengatakan, "Tombol on/off-nya nggak berfungsi." Ya udah, kita bawa ke service center. Kan masih garansi juga, kataku. Kami pun menuju kantor service center resmi produk laptop tersebut. Singkat cerita, kami sampai di tempat tersebut, diproses registrasi dan lain-lain, kemudian diminta menunggu untuk beberapa hari. Laptop akan dilakukan pengecekan untuk mengetahui penyebab "kematian sementara" produk tersebut.

Kami pun pulang dan menunggu telepon dari pihak service center.  Sehari kemudian, anakku dapat telepon dari teknisinya menjelaskan kerusakan yang terjadi. Aku lihat raut muka anakku panik, terkesan sedih dan bingung. Setelah menutup telepon, anakku cerita, "Katanya yang rusak di tiga komponennya, Pa. Total biaya servisnya Rp 7 juta." 

Wow! Seketika kuterkejut, geleng-geleng kepala, dan kubertanya kembali ke anakku, "Apa saja itu yang rusak?" Anakku tidak ingat lagi ketiga komponen yang rusak, yang diingatnya hanya satu, main board-nya kena air kata teknisinya, sedangkan dua hal lainnya terlupa setelah biaya tujuh juta rupiah itu disebut.

Sangat wajar anakku makin bingung, aku pun demikian. Biaya servis tujuh juta itu sangat mahal bagi kami, apalagi harga laptopnya di kisaran sembilan jutaan. Nggak beda jauh dengan harga barunya. Apalagi anakku ragu dengan diagnosis di teknisi, karena ia tidak yakin main board-nya kena air. Selama ini baik-baik saja.

Aku pun memutuskan untuk mengambil kembali laptop di tempat service center, membatalkan perbaikannya, dan membayar biaya pembatalan sekitar Rp50.000. Masih terngiang dalam ingatanku, tujuh juta rupiah biaya servisnya, wow, terlalu mahal. Anakku yang ikut aku ambil laptop tersebut juga pesimistis apakah kemudian masih bisa memakai perangkat kesayangannya tersebut. Dalam bayangan kami, mati total, tak mungkin hidup lagi, dan harus menunggu rezeki untuk beli laptop baru.

SETENGAH PASRAH KE TUKANG SERVIS LAIN

Sebelum benar-benar pasrah dan merelakan laptop yang didiagnosis "mengerikan" oleh service center resmi itu tak bisa dipakai lagi, aku putuskan untuk ke tukang servis lain, tidak resmi, yang ada di dalam sebuah mal dekat tempat servis yang resmi tujuan kami semula. Kubilang ke anakku, "Kita coba bawa ke tempat servis di dalam mal itu ya, Nak, sambil ngopi." Aku berusaha meredakan kegelisahan anakku, yang masih menganggap sudah tamat cerita laptopnya, kecuali aku bisa merogoh kocek tujuh juta di hari itu.

Akhirnya kami ke tempat servis di dalam mal. Ada beberapa tempat di lantai tersebut, kami tinggal pilih di tempat servis yang mana yang sesuai dengan keinginan kami. Aku menunjuk tempat servis yang tempatnya agak di sudut, kebetulan lagi sepi, sehingga bisa cepat menjelaskan kerusakan yang terjadi. Aku minta anakku menceritakan hal ikhwal kerusakan laptop kesayangannya.

Teknisinya pun lalu memeriksa laptop tersebut. Kemudian keluar dari mulutnya sebuah informasi sangat penting, "Oh, ini cuma keyboard-nya yang rusak." Ia lalu mencoba menghidupkan laptop tersebut dengan peralatannya, memeriksa beberapa komponennya, dan tetap berkesimpulan keyboard-nya rusak dan harus diganti. Tombol power-nya menyatu dengan keyboard, jadi harus ganti keyboard maka laptop akan bisa berfungsi kembali. Itu informasi teknisi yang aku dengar dan sedikit melegakan. Anakku pun kembali memperoleh harapan baru, bahwa laptop yang sehari-hari digunakannya untuk aktivitas kuliah online maupun main gim dan lain-lain, akan kembali baik-baik saja, dan dapat digunakan.

Si teknisi meminta waktu dua hari untuk memperbaiki laptop tersebut. Ia harus mengganti keyboard-nya yang sesuai dengan seri laptop anakku. Itu butuh waktu, katanya, dan ia harus mencari keyboard-nya terlebih dahulu. Namun, sehari kemudian ia sudah memberi kabar bahwa sudah mendapatkan keyboard yang sesuai dengan laptop anakku. Laptop pun sudah bisa hidup, sudah dicoba dan berfungsi normal. Biaya servis dan penggantian keyboard sekitar Rp500.000. Aku pun lega dan anakku girang bukan main.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun