Mohon tunggu...
Herry Mendrofa
Herry Mendrofa Mohon Tunggu... Jurnalis - Aktivis

Wiraswasta, Wartawan dan Pekerja Sosial.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Soal Banjir: Jakarta Bisa Belajar dari Bangkok dan Kuala Lumpur

13 Januari 2020   09:26 Diperbarui: 13 Januari 2020   09:39 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidak hanya sampai disitu Bangkok membangun tanggul raksana dengan panjang 72 km dan Saluran air dengan panjang 75 km yang mampu mengantisipasi dikala banjir melanda.

Lalu bagaimana dengan Kuala Lumpur? Kuala Lumpur adalah daerah yang rawan banjir bahkan disebut sebagai lembah klang. Kendati demikian, Kuala Lumpur berhasil mengembangkan sistem pengendalian banjir mutakhir dan serba guna yang disebut Stormwater Management and Road Tunnel (SMART). 

Sistem ini secara operasional bekerja sangat terintegrasi dengan teknologi dengan menerapkan tiga mode pengoperasian. Ketika kondisi hujan normal maka Smart Tunnel akan dialiri air pada bagian lantai pertama saja, arus transportasi tetap digunakan. 

Ketika terjadi hujan tingkat tinggi maka seluruh lantai pada Smart Tunnel akan difungsikan sebagai saluran air ditambah lagi dengan kecanggihan sistem ini yang dilengkapi juga dengan control room yang mana menerapkan manajemen operasi, pengawasan dan pemeliharaan secara kontinu dan disiplin. Pembangunannya pun tidak tanggung-tanggung menelan biaya 3,9 triliuan selama 4 tahun sejak 2004 silam.

Lantas bagaimana dengan Jakarta? Secara eksplisit Pemeritah dalam hal membangun sistem pengendalian banjir sudah mengupayakan segala daya dan usaha namun masih belum optimal. 

Upaya menormalisasi hingga pembangunan waduk tidak memiliki implikasi berarti dalam pengendalian banjir hingga awal tahun 2020 bencana banjirpun melumpuhkan ibukota. Ditambah lagi kesepahaman pemerintah pusat dan daerah masih belum ada. 

Misalnya saja sejak banjir menghantam Jabodetabek terdapat silang pendapat baik pemerintah pusat maupun daerah terutama DKI Jakarta. Hal ini akan menjadi sebuah paradoks dan memungkinkan persepsi publik meragukan terkait komitmen pemerintah dalam rangka penyelesaian persoalan banjir.

Tidak ada salahnya kita mengadopsi sistem negara lain ataupun merekonstruksi strategi efektif dengan menginternalisasikan dalam manajemen yang efesien dalam mengendalikan banjir kedepannya.

Sekalipun banjir adalah sebuah kelaziman namun perlu antisipasi sebagai manifestasi pertanggungjawaban kita terhadap pelestarian lingkungan guna merawat Indonesia di masa yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun