Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Perjalanan

17 April 2025   11:40 Diperbarui: 18 April 2025   15:13 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung nelayan/Foto: Hermard

 

kita sampai di dermaga penghabisan
pandanganmu menjelma biduk kecil
menyimpan sisa kibaran bendera

kau sulap ranting cemara menjadi jejak tujuan
sementara aku ditinggal kabut senja
di antara bebatuan laut dan desau angin yang tak tahu kemana arah pulang
aku enggan mengulang menghitung jejak di pasir


lihatlah bola mataku tergores
tak mampu membaca garis silsilah
yang dihanyutkan gelombang pasang


ingatanku menghapus huruf demi huruf dan kenangan tanpa guratan


lukaku sudah tidak tercatat dalam prasasti kerinduan ketika kita sampai di pelabuhan kesangsian

lautan membentangkan tubuhnya, menggamit, agar kita berlayar bersama
memeluk daratan sunyi
mencari arti di antara derasnya arus

di ujung kecipak ombak,
aku berdiri sebagai saksi
retakan palka menjadi doa-doa tercecer, membisikkan takbir kepada debur gelombang di tepian-Mu

aku tak akan pulang sebelum azan memanggil

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun