Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dorethea Rosa Herliany dan Tanah Air Yogyakarta

27 Maret 2023   10:35 Diperbarui: 27 Maret 2023   10:39 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya Rosa/Foto: dokpri Hermard

Teman-temannya lebih sering memanggilnya Rosa. Lahir di Magelang, 20 Oktober 1963, anak keempat dari enam bersaudara. Menempuh pendidikan di SD Tarakanita, Magelang: SMP Pendowo, Magelang: SMA Tella Duce, Yogyakarta; dan kuliah di IKIP Sanata Dharma Yogyakarta. 

Ayahnya, A. Wim Sugito bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, dan ibunya, A. Louisye merupakan seorang ibu rumah tangga. Dari kesederhanaan kehidupan keluarga, Rosa rajin membaca buku apa pun yang didapatkannya-baik dari perpustakaan sekolah maupun meminjam dari koleksi tetangga yang kebetulan memiliki banyak buku dan majalah. 

Kebiasaannya membaca menumbuhkan kemampuan menulis apa saja, termasuk menulis cerita dan puisi. Karya perdananya yang dipublikasi berbentuk opini, dimuat dalam majalah remaja Hai saat Rosa masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pemuatan tulisan pertamanya memicu semangat untuk terus menulis. 

Dalam perjalanan selanjutnya, ia mempunyai keinginan keras menjadi penulis sehingga melupakan cita-cita menjadi psikolog dan tidak mewujudkan harapan kedua orang tuanya yang menginginkan Rosa menjadi pegawai negeri agar mempunyai penghasilan tetap dan hidup berkecukupan.

Di bangku kuliah (IKIP Sanata Dharma - sekarang Universitas Sanata Dharma), keinginan menjadi penulis kian tidak terbendung karena berbagai lomba menulis sering diadakan IKIP Sanata Dharma  maupun perguruan tinggi lainnya. 

Ia muncul sebagai pemenang Lomba Penulisan Puisi Hari Chairil Anwar (diselenggarakan Senat Mahasiswa Sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma, 1981), pemenang Lomba Penulisan Puisi Dies Natalis IKIP Sanata Dharma (1985), pemenang Lomba Penulisan Puisi (diselenggarakan Institut Filsafat dan Theologia Yogyakarta, 1985), juara Lomba Penulisan Esai (1986), Minister of En- vironment Award for Best Environment (1994), Penghargaan Assosiasi Wartawan Jawa Tengah Indonesia (1995), Pemenang II Sayembara Kumpulan Puisi Terbaik PKJ TIM (1998), Puisi Terbaik Dewan Kesenian Jakarta ("Mimpi Gugur Daun Zaitun", 2000), Nominator The Khatulistiwa Literary Award (sajak "Kill the Radio", 2003), Penulis terbaik Pusat Bahasa (2003), Penerima Penghargaan Seni Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia (2004), Penerima The Khatulistiwa Literary Award (karya "Santa Rosa", 2006).

Perempuan penyair dan cerpenis ini memulai karirnya sebagai penulis lepas di harian Sinar Harapan (1983), wartawan harian Suara Pembaruan (1986), redaksi majalah Prospek (1990), majalah wanita Sarinah (1993), pemimpin redaksi majalah Kolong Budaya (1995), wakil pemimpin redaksi majalah Matabaca (2002), konsultan Pekan Raya Buku Nasional (Aceh Nangroe Darussalam, 2007), mendirikan Yayasan Indonesia Tera sekaligus menjabat sebagai Direktur (2000), dan pemimpin redaksi Indonesia Tera (2007). 

Beberapa karya yang telah diterbitkan termuat dalam antologi pribadi maupun antologi bersama, di antaranya: Nyanyian Gaduh (kumpulan puisi, 1987), Matahari yang Mengalir (kumpulan puisi, 1990), Kepompong Sunyi (kumpulan puisi, 1993), Cerita dari Hutan Bakau (kumpulan puisi, 1994), Nikah Ilalang (kumpulan puisi, 1995), dan Kill the Radio (kumpulan puisi edisi dwi bahasa, 2001)-diterbitkan ulang oleh Arc Publication, London (2007). 

Pagelaran/Foto: Hermard
Pagelaran/Foto: Hermard
Cerpen Rosa termuat dalam kumpulan Pagelaran (editor Herry Mardianto, 1993), Guru Tarno (1994), Blencong (1995), Candramawa (1995), Karikatur dan Sepotong Cinta (1996), dan Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999). Paling tidak, Rosa telah menerbitkan 18 judul buku, terdiri dari kumpulan puisi, cerpen, cerita anak, cerita remaja, dan cerita rakyat. 

Karya-karya Rosa dialihbahasakan ke dalam bahasa Jepang, Inggris, Jerman, Belanda, Perancis, Vietnam, dan Korea. 

Beberapa kali ia berpergian keluar negeri dalam rangka pertemuan sastra, misalnya mengikuti pertemuan sastrawan muda ASEAN di Filipina (1990), pertemuan penyair internasional di Rotterdam (1995), dan berkesempatan menjadi writer residence di Australia. 

Di samping menulis karya sastra dalam bahasa Indonesia, Rosa juga pernah menulis geguritan (puisi Jawa) dan crita cekak (cerpen Jawa) pada tahun 1980-an saat ia begitu produktif menulis. 

Perempuan pengagum Sapardi Djoko Damono, W.S. Rendra, dan Arswendo Atmowiloto ini dikarunia dua orang anak dari perkawinannya dengan Andreas Darmanto, teman kuliah yang bergelut dalam jagad penulisan. Saling jatuh hati ketika keduanya menyukai dunia teater dan terlibat dalam pementasan naskah Putu Wijaya untuk dipentaskan di kampus. Mereka menikah pada tahun 1991. Dua puterinya adalah Regina Redaning dan Sabina Kencana Arimanintan. 

Sejak kecil mereka diperkenalkan dengan dunia imajinasi dan "didekatkan" dengan dunia buku. Rosa, di tengah-tengah kesibukannya, selalu menyempatkan diri memperkenalkan buku kepada anak-anaknya dan mendongeng bagi kedua puterinya menjelang mereka tidur. 

Dalam mendidik kedua puterinya, Rosa selalu menekankan bahwa sekolah bukan satu-satunya jalan untuk menjadi manusia yang baik. Hakikat tujuan hidup yang sesungguhnya bukanlah untuk menjadi manusia sukses, lebih dari itu adalah menjadi manusia yang baik.

Bersama suaminya, perempuan pejuang humanisme ini mengelola Indonesia Tera-yayasan yang bergerak di bidang penerbitan, pendidikan, penelitian, dokumentasi, apresiasi seni, dan pengembangan jaringan kerja sama kebudayaan. 

Indonesia Tera berhasil menerbitkan puluhan bahkan ratusan buku berkualitas sehingga menjadi penerbit Indonesia yang pertama kali diundang dalam pameran buku internasional "Frankurt Book Fair" (2003). 

Kondisi yang memperihatinkan menyangkut kenyataan bahwa buku-buku berkualitas terbitan Indonesia Tera tidak laku di pasaran sehingga membuat Indonesia Tera gulung tikar. Kon- sentrasi Rosa beralih ke Dunia Tera yang bergerak dalam penjualan buku dan penyediaan perpustakaan gratis serta memotivasi para penggiat budaya. 

Dorethea Rosa Herliany lahir   di Magelang. Meskipun begitu ia mengaku bahwa tanah kelahirannya adalah Yogyakarta, setidaknya sejak SMA, Rosa telah menghirup udara Yogya. 

Yogyakarta adalah "tanah air" bagi karya-karya yang diciptakannya dan di Yogyakarta karya-karya Rosa tumbuh subur hingga mendapat pengakuan dari masyarakat sastra.

Rujukam:  Sosok-sosok Inspiratif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun