Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengenang Rumah Masa Kanak-kanak

13 Maret 2023   19:30 Diperbarui: 14 Maret 2023   08:19 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukan rumah panggung/Foto: Hermard

Masa kanak-kanak sampai kelas lima  SD saya habiskan di Kuala Tungkal. Daerah pasang surut di tepi sungai Berhala. Rumah yang kami tempati berupa rumah panggung dengan seluruh material terbuat dari papan/kayu. Atap rumah  dari daun nipah yang tersusun rapi. Jika rumah menggunakan atap seng, dapat ditengarai pemiliknya merupakan orang berada.

Rumah panggung menjadi pilihan demi menghindari banjir air pasang. Kalaupun air masuk ke rumah hanya akan mencapai lantai. Kalau situasi ini terjadi, kami beramai-ramai mencuci lantai, menyikat lantai kayu rumah masing-masing.

Dalam situasi air surut, di bawah rumah selalu terdapat genangan air. Di situlah berkembang biak ketam dan cempakul  (Oxudercidae). Ketam berkeliaran  dan membangun rumah berupa gundukan tanah menyerupai gunung dengan lubang di puncaknya. Lubang ini merupakan pintu keluar masuk.

Satu lagi binatang yang setia berada di kolong rumah adalah cempakul berwarna hijau kecokelatan. Hewan amphibi ini menyerupai lele, tetapi dua matanya nongol di atas kepala. Dua sirip depannya berfungsi sebagai kaki, digunakan untuk berjalan merambat maupun melompat.

Di kolong rumah bagian belakang, Abah membuatkan kandang ayam. Pintunya bisa dibuka dari lantai rumah. Ada bagian lantai yang sengaja tidak dipaku agar bisa dilepas untuk membuka tutup pintu kandang dan mengambil telur ayam. Nah, jika air pasang besar, kami juga memanfaatkannya untuk membersihkan kandang ayam.

Rumah di wilayah pasang surut memiliki masalah terhadap ketersediaan air bersih. Terlebih pada tahun 1970-an belum ada perusahaan air  yang dikelola oleh daerah.

Untuk mengatasi ketersediaan air  mandi, cuci, memasak, setiap rumah ada talang di arahkan masuk ke drem-drem yang diletakkan di dekat kamar mandi. Setiap rumah mempunyai ruang terbuka untuk menempatkan drem. Masing-masing rumah punya banyak drem dari ukuran kecil sampai besar. Drem dibuat dari seng tebal, didapatkan dari pengrajin.

Jika musim kemarau panjang melanda dan kehabisan air, maka kami terpaksa membeli air payau yang dimasukkan kedalam kaleng besar. Umumnya dipikul atau dibawa dengan gerobak dorong.

Hidup di daerah "pedalaman", kami akrab dengan cerita-cerita mistis. Dari tuyul, hantu penunggu kuburan, plesit dan setan gentayangan setiap magrib tiba. 

Dapat dipastikan setiap menjelang magrib, jalanan jadi sepi. Semua pintu rumah ditutup. Laki-laki dewasa dan orang tua khusyuk di surau atau masjid.

Sebenarnya hal yang menakutkan sekaligus menyenangkan adalah ketika hampir setiap malam kami keluar rumah menyaksikan benda misterius melintas di udara. Benda itu menyala, bentuknya menyerupai anak panah atau bola api.

Konon itu merupakan "benda kiriman" atau guna-guna yang membuat orang celaka.
Jika melihat benda itu, spontan kami menunjuk dan berteriak bersamaan: "Tujuuu..."

Sejurus kemudian benda misterius itu ambyar di udara, pecah dan hilang tak bersinar. Jika dalam teriakan pertama benda itu tetap bergerak, kami akan meneriaki berulang kali sampai benda itu ambyar dan hilang.

Suatu ketika kami pernah merasa ketakutan. Bagaimana kalau dukun pengirim guna-guna itu mengetahui kalau "kirimannya" hilang di tengah jalan? Dan penyebabnya adalah kami....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun