Perkembangan sastra Indonesia di Yogyakarta sejak tahun 1940-an tidak dapat dilepaskan dari peran media massa. Salah satu di antaranya adalah peran majalah Minggu Pagi (MP) yang memberi sumbangan cukup besar bagi perkembangan sastra di Yogyakarta.Â
Pernyataan ini setidaknya didukung oleh tujuan penerbitan yang secara implisit tidak dapat dielakkan dari  keinginan memelihara dan mengembangkan kebudayaan/sastra. Hal ini dengan mengingat bahwa Yogyakarta  memiliki citra sebagai kawasan budaya, memiliki potensi kaderisasi bermacam bidang, termasuk bidang seni, khususnya sastra.
Majalah MP diterbitkan oleh  Badan Penerbit Kedaulatan Rakyat, berkantor di Jalan Tugu (Jalan P. Mangkubumi)  42 Yogyakarta. Â
Jenis terbitan berupa majalah ilmiah populer dengan motto "Mingguan Enteng Berisi", terbit secara berkala setiap minggu sekali.Â
Terbit pertama kali bulan April tahun 1948 dengan susunan redaksi: Samawi (ketua usaha), Wonohito (pimpinan redaksi), Bambang Sindhu (wakil pimred), Â I. Hutahuruk, S. Sudharta, Purbatin Hadi, Â M. Nizar (redaksi), Â Kentardjo, Sudijono, R. Soesilo (pelukis).Â
Rubrikasinya meliputi  Film, Apa dan Siapa, Lintas Sejarah, Features, Laporan Luar Negeri, Olah Raga, Cerita Pendek, Cerita Bersambung, Ilmu Pengetahuan, Sket Masyarakat, Surat Pembaca, dan Alam Binatang.
Majalah MP pada tahun 1960-an dijual dengan harga eceran 4,5 rupiah, sedangkan bagi pelanggan membayar 18 rupiah per bulan dengan tiras lebih dari 20.000 eksemplar.
Dalam rubrik Sket Masyarakat (April 1954) dimuat tulisan "Minggu Pagi di Tengah Masyarakat" (Anonim), merupakan catatan refleksi perjalan MP memasuki tahun ketujuh. Menceritakan perjalanan MP yang semula diterbitkan dengan kertas merang.Â
bacaan enteng yang menghibur mutlak diperlukan.Â
MP merupakan satu-satunya majalah hiburan di tengah puluhan majalah politik yang beredar. Di tengah kancah revolusi, kebutuhan terhadapMeskipun MP diberi  label "majalah hiburan", tapi tidak semua pembaca hanya bermaksud mendapat hiburan semata  karena MP memiliki berbagai rubrik  meliputi ilmu pengetahuan,  biografi,  pewayangan/pedalangan,  spionase,  pandangan mengenai suatu persoalan atau keadaan masyarakat, dsb. Â
Perjalanan MP dari tahun pertama hingga tahun ketujuh  mengalami perubahan bentuk dari tabloid ke majalah dan beberapa tahun kemudian  menjadi koran mingguan.Â
MP sampai pertengahan tahun 1960 an, di samping memuat artikel artikel umum juga memuat cerita pendek  dan cerita bersambung.Â
Pada awal tahun 1950 an, lahir penulis cerita MP cukup populer, yaitu Jussac MR. (pada pertengahan tahun 1960 an menerbitkan harian Pelopor yang kemudian berubah menjadi Pelopor Minggu dengan tambahan ruang sastra pada tiap minggu).
Cerita bersambung dalam MP yang mendapat sambutan dari pembaca adalah "Hilanglah Si Anak Hilang" (karya Nasjah Djamin), "Tidak Menyerah", "Ahim-Ha Manusia Sejati" keduanya karya Motinggo Busye; dan beberapa karya lainnya. Karya-karya tersebut pada tahun 1960-an diterbitkan dalam bentuk buku oleh salah satu penerbit di Jakarta.