Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Karawitan Arum Sari di Arus Modernisasi

13 Januari 2023   11:00 Diperbarui: 22 Januari 2023   01:45 1898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi alat musik gamelan. (sumber: Dok. Shutterstock/ridzkysetiaji via kompas.com)

Sepintas, tak ada hal istimewa melihat bangunan limasan lawas dengan empat tiang saka guru  penyangganya masih berdiri kokoh, pyan bambu  berjajar rapat   mengikuti arah genteng, beberapa usuk lawasnya   terlihat mulai keropos. 

Dari luar, limasan tua di daerah Margokaton, Seyegan, Sleman, Yogyakarta, terkesan biasa saja. Meskipun begitu, ada sesuatu yang terasa istimewa saat kita melongok ke dalam. 

Seperangkat gamelan  berupa saron panerus,  barung,  demung, bonang, gender, slentem,  gambang, ketuk, kenong, kempul, dan gong, tertata rapi dengan warna cat merah bersih sebagai penanda kalau itu merupakan gamelan baru.  

Di bagian lain terdapat papan tulis tempo doeloe berwarna hitam dengan tulisan kapur berwarna. Tulisan berupa notasi gending  sebagai petunjuk bagi penabuh gamelan dan sinden yang melantunkan  ladrang Rujak Jeruk.

Gamelan milik Arum Sari/Foto: Hermard
Gamelan milik Arum Sari/Foto: Hermard

Notasi ladrang Rujak Jeruk/Foto: Hermard
Notasi ladrang Rujak Jeruk/Foto: Hermard
"Ada dua puluhan anggota karawitan yang aktif berlatih. Kami terus semangat, terlebih sudah mendapat bantuan gamelan dari Dinas Kebudayaan DIY," tutur Agus Suprihono, penggerak kelompok karawitan  Arum Sari (berdiri sejak tahun 2018).

Waktu pertama kali datang ke limasan ini, saya sempat menyaksikan seperangkat gamelan lain dengan warna memudar. Kini gamelan warisan keluarga itu diletakkan di bagian dalam rumah. Larasnya memang sudah agak meleset.

Agus Suprihono/Foto: Hermard
Agus Suprihono/Foto: Hermard
Lelaki berusia enam puluhan tahun ini, dikenal juga sebagai sastrawan Jawa. Bukan tanpa alasan ia cinta mati terhadap kesenian tradisional karawitan. 

Sejak kanak-kanak sudah terbiasa mendengar suara gamelan karena ayahnya merupakan salah satu pengrajin gamelan (pande) di Margokaton, Seyegan, Sleman.

Di samping itu, Agus kecil  ikut-ikutan membuat wayang kardus karena ayahnya  piawai menatah dan menggambar wayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun