Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Merayakan Lima Puluh Tulisan di Kompasiana

11 Januari 2023   10:57 Diperbarui: 11 Januari 2023   11:31 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Titik Pijak Menciptakan Tulisan/Foto: Tangkapan layar Kompasiana

Menulis di Kompasiana berasa seperti menegak sesaset minuman energi yang membuat badan menjadi roso atau semacam menyantap mie kuah panas pedas di malam hujan rinai yang membuat ketagihan. Ingin lagi, lagi, dan lagi.

Sebenarnya apakah kita memang sungguh-sungguh perlu merayakan tulisan-tulisan yang pernah tayang di Kompasiana? Terlebih jika tulisan-tulisan yang dihasilkan berasa tawar, berwarna abu-abu, bersuasana sunyi senyap, wingit?

Sejujurnya Admin Kompasiana sangat bermurah hati, mempersilakan  kompasianer menulis apa saja sekehendak kita. Ibarat mengolah makanan, kita bisa menyajikan soto, tengkleng, gado-gado, tahu kecap, rawon, trancam, bahkan oseng-oseng lombok ijo tempe gembus sekalipun! Tinggal bagaimana meracik dan plating-nya sehingga menarik, menjadi menu pilihan, bahkan menu utama Admin Kompasiana.

Titik Pijak Menciptakan Tulisan/Foto: Tangkapan layar Kompasiana
Titik Pijak Menciptakan Tulisan/Foto: Tangkapan layar Kompasiana
Begitulah, saya menulis apa saja, tergantung ide yang menari-nari di kepala: cerpen, seni, hobi, sosbud, ruang kelas, dan puisi. Hal terpenting judul dan paragraf pembukanya dibayangkan mampu menggoda Admin Kompasiana. Pokok persoalan disampaikan singkat padat, tuntas. Selain itu, sarana penyampaian berupa bahasa seyogianya dipertimbangkan dengan seksama. Kata, kalimat,  penyusunan paragraf sebaiknya efektif dan efesien.

Penggunaan bahasa secara amburadul mencerminkan pikiran seseorang yang pating blasur, menjadikan tulisan mawut tak terpahami dengan mudah. Kita malas membacanya, ogah memberi rating, apalagi berkomentar.

Tak bosan-bosannya saya menyatakan bahwa menulis di Kompasiana merupakan upaya membangun kebersamaan. Saling tegur sapa. Tanpa kesediaan menjalin silaturahmi, maka tulisan  hanya jalan di tempat, bahkan tidak memiliki arti, terasa absurd--seperti
Sisipus  (tokoh dalam mitologi Yunani)   yang dikutuk untuk selamanya mengulangi tugas  sia-sia mendorong batu karang ke puncak gunung, tetapi batu itu bergulir jatuh kembali.

Terima kasih sedulur kompasianer yang telah saling berbagi, mengunjungi, memberi rating dan komentar, sehingga saya sampai pada pencapaian seperti sekarang ini.

Capaian menjelang tulisan ke lima puluh/Foto: Tangkapan layar Kompasiana
Capaian menjelang tulisan ke lima puluh/Foto: Tangkapan layar Kompasiana
Matur nuwun kepada Admin Kompasiana yang menjadikan saya "berpangkat" Taruna. Kerap kali jika saya salah kamar, selalu ditunjukkan jalan yang benar: tulisan ini harusnya masuk ke ruang seni, bukan sosbud; tulisan itu masuk ke ruang diary,  bukan hobi. Nuhun untuk Neng Itha Abimanyu, penggemar tahu Sumedang, yang telah mengajari saya bagaimana cara memasukkan foto ke dalam tulisan.

Sesekali tulisan muncul sebagai artikel utama/Foto: Tangkapan layar Kompasiana
Sesekali tulisan muncul sebagai artikel utama/Foto: Tangkapan layar Kompasiana
Tak ada terompet, tak ada nyala lilin, tak ada roti. Kita rayakan saja tulisan ke lima puluh ini dalam kesenyapan sesaset minuman penambah energi dan semangkuk mie kuah panas yang membuat kita megap-megap....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun