Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Kecerdasan dalam Pemanggungan Karya Sastra

8 Januari 2023   09:57 Diperbarui: 18 Januari 2023   03:00 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mampus kau dikoyak-koyak sepi (CA)/Foto: Hermard

Pada hakikatnya sastra merupakan "pertunjukan dalam kata-kata". Dengan pertunjukan, sastra memiliki kekuatan menghibur. Cerita yang bagus, pengalaman menggetarkan, rintihan jiwa yang menimbulkan rasa belas, semua terungkap dalam kata-kata.

Kekuatan bahasa  menjadikan sastra sebagai dunia dalam kata.

Dalam kaitannya dengan itu, sastra merupakan seni (ber-)bahasa. Sebagai seni, sastra menempatkan bahasa sebagai alat dan sekaligus bahan. Sebagai alat, bahasa berfungsi menyampaikan gagasan, sedangkan sebagai bahan, bahasa berfungsi menghibur.

Belajar memanggungkan puisi bersama Landung Simatupang/Foto: Hermard
Belajar memanggungkan puisi bersama Landung Simatupang/Foto: Hermard
Pembacaan sastra berlangsung dalam sebuah proses atau kegiatan memahami, menikmati, dan menghayati. Tiga kegiatan itu berlangsung serempak. Kalau diamati dengan seksama, tiga langkah tersebut merupakan suatu proses berkelanjutan.

Memahami
Memahami, sebagai sebuah proses awal, berarti memahami bahasa karya sastra. Sebab, pertama-tama, bahasalah yang kita hadapi. Penguasaan atas bahasa teks sastra merupakan modal utama dalam memasuki lebih jauh dunia pemanggungan sastra. 

Tanpa penguasaan bahasa, tidak mungkin seseorang mampu mengapresiasi karya sastra dengan baik dan  mempertunjukkan karya sastra di atas panggung. Pemahaman struktur puisi (irama, bunyi, gaya, kosakata, kalimat), misalnya, atau struktur prosa (tokoh, alur, latar, gaya, dll.),  hanya dapat dilakukan melalui bahasa. 

Identifikasi bahasa diperlukan agar tidak menimbulkan salah tafsir dalam pembacaan. Misalnya saja kata tingkap dalam puisi Chairil Anwar "Derai-Derai Cemara":
....
Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
Ada beberapa dahan di tingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam
....

Atau kata kandil dalam puisi Amir Hamzah "Padamu Jua":
....
Kaulah kandil gemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar setia selalu
....

Agar apresiasi dan pembacaan kedua puisi tersebut menemukan bentuk estetika di atas panggung, maka pemahaman terhadap kata tingkap dan kandil harus dimaknai secara benar oleh pembaca.

Menikmati
Menikmati merupakan proses lanjut dari memahami. Artinya, setelah memahami struktur lewat bahasa (teks sastra), konsep-konsep abstrak yang ada di dalam teks  lebih dikonkretkan. Karena itu, penikmatan puisi, misalnya, menyangkut timbulnya rasa senang/sedih. 

Katakanlah, seseorang merasa senang setelah "mendengarkan" bunyi-bunyi atau irama dalam teks karena bunyi atau irama itu membawa gambaran angan yang jelas dan hidup. 

Untuk karya prosa, misalnya, orang mungkin akan merasa senang setelah membayangkan jalinan peristiwa (alur) cerita yang penuh ketegangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun