Kalau ada memoar yang layak saya torehkan dalam perjalanan tahun  2022, mau tidak mau  itu berkaitan dengan Kegiatan Pelatihan Menulis dan Fasilitasi  Penerbitan Buku  (Subkegiatan Pengembangan Literasi  Berbasis  Inklusi Sosial Tahun 2022) yang diselenggarakan oleh Balai Layanan Perpustakaan (Balaiyanpus) DIY, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD)  DIY bekerja sama dengan DPRD DIY.
Kegiatan dengan tema besar "Literasi untuk Kecakapan Hidup" berupa pelatihan menulis bagi masyarakat, khususnya  komunitas penggiat literasi, guru, mahasiswa, dosen, dan peminat penulisan. Setiap angkatan berjumlah 25 peserta, dilaksanakan selama 4 hari. Target peserta 11 angkatan, berlangsung dari bulan Februari sampai  Desember 2022.
Saat membuka kegiatan (21/02) di Ruang Seminar Grhatama Pustaka, Yogyakarta, Kepala  DPAD DIY,  Dra. Monika Nur Lastiyani MM, menyampaikan bahwa membaca dan menulis merupakan kegiatan  saling berkaitan. Membaca dan menulis  dapat menciptakan peradaban baru.
 Membaca akan memperluas  cakrawala pengetahuan, menumbuhkan ide-ide baru.
Kegiatan membaca tidak seharusnya berhenti pada tahapan membaca saja, tetapi meningkat sampai tahapan menulis.
Untuk itulah kegiatan ini diadakan dengan maksud  memberikan pelatihan keterampilan menulis artikel populer bagi masyarakat.
Pelatihan Menulis dikemas dengan materi perpaduan antara wawasan pustaka (perpustakaan) dan kepiawaian menulis artikel. Meliputi peran perpustakaan sebagai sumber informasi, kiat sukses penulis, wawasan kepenulisan, inventarisasi dan pengelolaan topik, mengembangkan gagasan; perpustakaan sebagai sumber informasi, rekreasi dan peneltian; bahasa dan penyusunan paragraf, serta self editing dan referensi.
Dengan materi tersebut diharapkan peserta mampu menghasilkan artikel terbaik dan dimuat dalam antologi artikel bersama setiap angkatan. Pemateri dalam kegiatan tersebut antara lain: Huda Tri Yudiana (DPRD DIY), Eko Triono (Penulis/Cerpenis), Herry Mardianto (Penulis/Komunitas Semak Kata), Muhamad Saleh (Penulis), Ahmad Zamzuri (BRIN), Latief Noor Rochmans (Kedaulatan Rakyat), Umar Sidik (BRIN), Hairus Salim (Lumbung Informasi Kebudayaan Indonesia), Arif Abdurakhim (Kampung Buku Jogja), dan Ida Fitri (ICRS Yogyakarta).
Setiap narasumber  mempunyai formulasi dan cara menyampaikan materi secarak menarik, tidak terbatas  sekadar transfer ilmu, melainkan tampil komunikatif dan atraktif.
Narasumber tidak berperan sebagai guru di depan kelas, ia menjadi teman ngobrol yang siap diajak ngalor-ngidul mengulik  dunia kepenulisan.
Saya pribadi mengajak peserta memahami dasar-dasar penulisan lewat materi Wawasan Kepenulisan.  Sebagai pematik, saya selalu  mengedepankan kegelisahan Taufik Ismail yang menyatakan bahwa anak-anak Indonesia merupakan generasi nol buku, rabun membaca dan pincang menulis. Juga ajakan Pramoedya Ananta Toer: Tulislah apa pun. Jangan pernah takut tulisanmu tidak dibaca orang, yang penting tulis, tulis, dan tulis; suatu ketika tulisanmu pasti berguna.Â
Dengan dua pematik tersebut, peserta menyadari pentingnya membaca dan menulis. Kegiatan menulis tidak akan berhasil tanpa membaca, sebab dengan membaca akan melahirkan berbagai macam ide. Sebaliknya, ide tidak akan berguna jika tidak dituliskan dan dipahami pembaca. Artinya, dalam menulis perlu diperhatikan juga sarana penyampaiannya (faktor kebahasaan).