Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Trik dan Tips Membumbui Puisi

15 Desember 2022   07:30 Diperbarui: 15 Desember 2022   07:37 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Apa yang disebut puisi pada hakikatnya merupakan hasil dari proses kreatif penyair melalui penjelajahan empiris (unsur pengalaman), estetis (keindahan), dan analitis (pengamatan).


Apakah proses kreatif  penulisan puisi dapat diajarkan, bukankah kemampuan menulis puisi  lebih tergantung kepada bakat seseorang? Artinya jika seseorang  tidak berbakat menulis puisi maka sampai kapan pun ia tidak akan mampu menulis puisi? Jawaban dari pertanyaan itu bisa menjadi diskusi panjang, bahkan debat kusir  tak berkesudahan.  Bukankah  tanpa belajar dan kerja keras, maka kita tidak akan pernah menjadi "apa" dan "siapa"-pun (termasuk menjadi penulis puisi?). 

Artinya, pekerjaan menulis (puisi) berkaitan dengan motivasi dan kesediaan diri meningkatkan kemampuan  dalam bidang  penulisan, memahami tahapan penulisan. Penulis puisi  harus memompa kemampuan agar memiliki  kekayaan imajinasi  dalam melahirkan gagasan, ide, ilham, dan atau inspirasi.

Puisi: Ekspresi Pengalaman
Unsur empiris atau pengalaman menjadi salah satu modal penulis puisi karena puisi merupakan aktualisasi diri pengarang  dalam berkomunikasi dengan kenyataan keseharian (realitas objektif). Dari sudut pandang manapun, sastra merupakan strukturisasi  pengalaman manusia. Dalam kaitan ini  selalu diingat bahwa dalam menciptakan karya sastra (Kuntowijoyo), pengarang  mempunyai sikap tertentu dalam menanggapi kenyataan yang dilihat, ia dapat menanggapi realitas (mode of comprehension),  berkomunikasi dengan realitas (mode of comunication),  dan menciptakan kembali realitas (mode of creation).

Apakah  pengalaman yang sama akan  melahirkan  puisi yang sama? Ketika kita menulis puisi cinta dengan kejadian yang sama, misalnya sama-sama putus cinta,  akankah menghasilkan puisi yang sama? Jawabannya tentu saja mungkin sama  dan atau mungkin saja berbeda.  Perbedaan terjadi karena adanya ketidaksamaan sudut pandang, perbedaan latar belakang masing-masing penulis, dan  adanya unsur-unsur khas serta individual. 

Tema putus cinta tidak akan sekadar menjadi puisi picisan jika ditampilkan dengan sudut pandang   tidak biasa. Penulis dapat menyajikan  persoalan putus cinta dari sudut pandang orang ketiga yang sudah terlalu lama menantikan giliran untuk mendapatkan perhatian; dari sudut pandang orang tua; dari sudut pandang ruang tiga kali empat; atau dari sudut pandang seekor cicak  yang sering mengganggu. Semakin khas dan tidak lazim  posisi yang dipilih, semakin menantang pula sebuah pengalaman/peristiwa digarap  menjadi puisi.

Nilai tambah dalam menulis puisi baru akan terasa  jika penulis terus mengasah kepekaan pancainderanya. Artinya, sejauh  pancaindera   memandang   sesuatu benda, keadaan, peristiwa dengan "hafalan" maka penulis tidak akan pernah bersentuhan dengan wilayah momen puitik-titik awal dalam rangkaian penulisan puisi-yang nggegirisi atawa ngedab-edabi.  Jika penulis selalu terperangkap dalam hafalan, niscaya ia tidak akan pernah menemukan inspirasi atau ilham unik yang merupakan modal awal dalam menciptakan puisi atau karya seni pada umumnya. 

Penulis puisi sebaiknya tidak selalu menerjemahkan makna kata malam dengan gelap, sepi, sendiri, dingin karena malam bisa saja ramai, gemerlap, dan hangat.

Latar belakang seseorang, mau tidak mau,  mempengaruhi bentuk ekspresi yang dihasilkan. Di sisi lain, keunikan puisi  dapat dihadirkan  lewat unsur-unsur khas yang individual dan bersifat empirik,  misalnya puisi Chairil Anwar menjadi "istimewa" dan mempunyai kekuatan sendiri. Bagi Chairil, puisi adalah epistimologi kata: dalam menciptakan puisi tiap kata akan digali dan dikorek-korek sedalamnya karena setiap kata mempunyai kekuatan sendiri-sendiri. Penyair lain, Taufik Ismail, mempunyai pandangan  berbeda:  puisi saya adalah puisi berkabar; dalam merebut komunikasi, puisi saya harus ada substansi sebagai (sebuah) kabar dengan tetap memperlihatkan kecerdasan serta sedap didengar.  Soebagio Sastrowardoyo  memandang puisi sebagai kebulatan kesadaran hidup sehingga puisi-puisinya hadir sebagai renungan pribadi.

Puisi: Keindahan
Unsur musikalitas merupakan  unsur bunyi, irama atau musik dari puisi. Unsur musikalitas akan terlihat secara lahiriah karena berkaitan dengan penyusunan bunyi kata, suku kata, dan kalimat. Bunyi kata dalam puisi sangat besar  peranannya dalam kaitannya dengan keindahan sebuah puisi. Pilihan bunyi kata berkaitan erat dengan kemerduan puisi. Perhatikan penggalan puisi "Derai-Derai Cemara" (Chairil Anwar) yang juga pernah disinggung Rachmat Djoko Pradopo berikut ini: //cemara menderai sampai jauh/terasa hari jadi akan malam/ada beberapa dahan di tingkap merapuh/dipukul angin yang terpendam//
Dalam puisi tersebut kemerduan diciptakan dengan adanya persamaan bunyi seperti dalam "menderai" dan dalam "sampai". Hubungan antarbaris pun tetap mempertahankan kemerduan puisi. 

Baris pertama kita dapati kata "jauh" yang memiliki unsur musikalitas dengan baris ketiga dengan hadirnya kata "merapuh". Demikian pula dengan baris kedua kita dapati kata "malam" yang menimbulkan kemerduan saat dikaitkan dengan kata "terpendam" yang terdapat dalam baris keempat. Unsur musikalitas juga dapat dicermati dalam makna kata "terasa hari jadi akan malam" (baris ke-2) dengan "ada beberapa dahan di tingkap merapuh" (baris ke-3). Baris kedua tersebut menimbulkan sebuah kesan kesuraman dan kesepian, kesunyian. Baris ketiga menghadirkan kesan ketidakberdayaan. Kedua makna tersebut seakan-akan  hadir bersamaan, memiliki pengertian yang berdekatan. Persamaan makna dalam kedua baris puisi itu menimbulkan  suatu suasana suram.

Jadi setiap penulis puisi pastilah mengadakan inventarisasi dan seleksi kata-kata untuk dipergunakan dalam penciptaan puisi  agar pengungkapannya terasa lebih intensif.
Semuanya dilakukan dengan mempertimbangkan kekuatan bunyi suatu kata agar menggugah pikiran dan perasaan pembaca serta mampu membangkitkan asosiasi tertentu kepada pembaca atau pendengar. Hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa pada umumnya bahasa dalam puisi bersifat sugestif (penyaranan), asosiatif (pertalian), dan imajis (pembayangan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun