Mohon tunggu...
Herri Mulyono
Herri Mulyono Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Perguruan Tinggi Swasta Jakarta

Bercita-cita menjadi pribadi sejati yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Website: http://www.pojokbahasa.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggugat Barokah

3 Januari 2016   20:26 Diperbarui: 3 Januari 2016   21:46 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber gambar: www.bisniskeuangan.kompas.com"][/caption]Perjalanan sore saya dari Bulak Kapal, Bekasi ke Jakarta benar-benar melelahkan. Melelahkan karena macet yang sangat berkepanjangan. Hampir setengah jam, kendaraan hanya melaju beberapa meter saja. Tapi untunglah, perlahan-laham kendaraan kami bisa jalan. 

Macet memang hal yang biasa di perkotaan, seperti juga Bekasi sebagai penopang ibu kota. Saya pribadi menyadari, mungkin badan jalan sudah tidak kuat menampung banyaknya kendaraan. Dan saya pun 'terpaksa' menikmati kemacetan, khususnya dalam beragam aktivitas di ibu kota.

Tapi entah kenapa hati saya tidak mau menerima kemacetan dalam perjalanan sore hari itu. Pasalnya, kemacetan panjang itu akibat ulah supir angkot yang memarkirkan kendaraan mungilnya ditengah jalan. Berhenti menunggu penumpang. 

'Ah dia sedang bekerja keras mencari nafkah untuk diri dan keluarganya,' hatiku mencoba menerima. 

'Tapi apakah setiap orang yang mencari nafkah berhak menghalangi (menghambat) orang lain yang juga sedang berusaha mencari nafkah?'

Saya pun kembali bertanya-tanya, 'apakah uang yang diterimanya benar-benar memberi keberkahan?'

Sebagian orang, dan saya kira banyak yang sependapat, kalau gaji (uang) tidak melulu tentang daya gunanya (seperti untuk kemampuannya untuk membeli sesuatu). Tapi juga bagaimana kepemilikiannya mengandung barokah. Iya, barokah (berkah), atau nilai 'abstrak' dibalik daya guna uang, seperti kemampuan memberikan bahagia, rasa aman, nyaman dan lain sebagainya. Pemahaman saya tentang barokah pernah saya tulis di kompasiana ini (lihat artikel saya 'Gaji 5 Juta').

Tentang supir angkot yang memarkirkan kedaraannya di tengah jalan, apakah ia tidak khawatir bila nilai keberkahan itu hilang dari uang yang diterimanya?

Juga para pedagang yang menjarah trotoar sehingga menyebabkan banyak pejalan kaki seperti kami rentan celaka (bahaya)?

Atau juga para koruptor yang mencuri hak saudara-saudara kami untuk memperoleh kesehatan, pendidikan, makanan dan rumah yang layak?

Atau para tikus-tikus berdasi yang menyebabkan sekolah-sekolah, jembatan-jembatan mudah rubuh dan hancur?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun