Mohon tunggu...
Heronymus Joy
Heronymus Joy Mohon Tunggu... -

Penulis Photographer Amatir

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Sisi Terang Jakarta dengan Legal Bullying

21 Januari 2018   02:19 Diperbarui: 21 Januari 2018   04:59 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disaat gelapnya Jakarta menjadi titik terang sebuah konsep kota yang tidak pernah tidur,
membuat banyak pembelaan dan berbagai jawaban atas kontroversi yang selalu menjadi jubah sisi gelap Jakarta.
Atau mungkin selama ini kita menjadi terlena dengan pengertian harafiah sisi gelap yang identik negatif,
sehingga kita kerap teralihkan dengan kenyataan akan kemungkinan adanya sisi gelap di siang hari,
seolah kita memuja sinar matahari dan mengacuhkan bayangan yang selalu tercipta dibelakangnya.

'Bullying'

Tradisi kental yang selalu menjadi pengalaman setiap kalangan.
Mereka yang kuat melewatinya menjadikan momen prestasi sebagai piala arogan yang berhasil dicapai.
Mereka yang tidak kuat mencoba untuk berselimut perlindungan untuk tidak diadili opini dan berharap
situasi ini tidak berkelanjutan, atau mengakhiri nya dengan pilihan pendek yang diawali dengan putus asa.

'Apakah anda merasa tidak pernah mendapatkan perlakuan bullying?'

Sebelum anda menjawab alangkah menariknya untuk merenungkan fenomena yang kerap terjadi di Jakarta ini.

Bullying. Untuk arti kata yang akan saya sempitkan makna nya yang berartikan penindasan, paksaan untuk
menyalahgunakan atau mengintimidasi orang laindari kata bahasa Inggris, merupakan kegiatan yang seolah
wajib terjadi disetiap bidang dan lingkungan. Saya berharap banyak diantara kita yang setuju untuk hampir
keseluruhan elemen aktifitas manusia, perilaku bullying ini tidak memberikan manfaat yang efektif dan
membangun untuk dilakukan. 

Pada Kesempatan kali ini saya akan lebih menyempitkan konteks agar tidak terlalu melebar pembahasannya. 

Saya akan mencoba untuk mengambil sebuah topik pendidikan yang menjadi akar dan modal awal untuk
dapat diterima sebagai karakter yang mempunyai nilai dalam bermasyarakat. Sedihnya, dalam menempuh
modal awal ini kita justru dapat menemukan perlakuan-perlakuan bullying yang sebagian orang tidak
dapat hindari. Sebelum berharap peristiwa bullying ini tidak berdampak terhadap pribadi seseorang tersebut,
hal yang lebih mengerikan ialah ketika banyak orang yang melazimkan metode bullying yang satu ini.
Sehingga ini menjadi sebuah kegiatan yang wajar dalam menempuh pendidikan dan sudah sebagaimana mestinya
proses harus berjalan. 

Fakta yang menyedihkan ialah disaat dimana kita tidak menyadari begitu banyak orang yang menjunjung tinggi
proses pembelajaran yang dapat diberikan sebagai simulasi atau pengalaman yang dapat dijadikan gambaran.
Tidak sedikit pula yang menerima segalanya tanpa mensortirmana yang layak dan tidak. 

Seorang pembimbing atau pengajar memang tidak mempunyai tanggung jawab untuk benar-benar membimbing
anak didiknya untuk sepenuhnya mengerti materi yang telah diajarkan. Juga ikatan antara pembimbing dan anak
didik agar terciptanya komunikasi yang sempurna. Semua itu berubah ketika nasib anak didik itu sesungguhnya
ada di tangan sang pendidik. Elemen subyektif yang dapat berperan dengan wewenang tertinggi merubah nilai
hidup seseorang menjadi sebuah indikator bilangan. Tanpa saksi proses pembelajaran dan disertai dengan juri
yang berkapabilitas untuk menilai apakah proses sesuai dengan semestinya. 

'Tidak sedikit pula mereka yang menjadi pintar ketika terjun langsung dalam dunia pekerjaan'
'Seolah kertas kelulusan hanya sebagai tiket yang harus dibayar untuk masuk ke sebuah perusahaan'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun