Hingga tahun 2015 nilai Bahasa Inggris saya tidak jauh berubah, namun saat itu ada satu beasiswa yang hanya mempersyaratkan nilai TOEFL hanya 450 untuk memenuhi administrasinya, yaitu USAID PRESTASI Scholarship Program untuk studi di Amerika Serikat.Â
Dengan niat pasrah dan pesimis saya mencoba kembali peruntungan kali ini, ternyata kesempatan itu berpihak ke saya hingga lolos administrasi dan dinyatakan diterima beasiswa pada tahun 2014.Â
Mimpi saya untuk studi di luar negeri mendapatkan titik terang kala itu, hingga saya mendapatkan gelar Master of Science dari University of Florida di bidang kehutanan pada pertengahan tahun 2017 dan kembali ke tanah air.
Pengalaman studi di negeri Paman Sam ternyata membuka mimpi saya lebih tinggi lagi untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu doktoral. Namun tahapan ini sepertinya lebih cocok untuk para peneliti atau pendidik, bukan seperti saya yang bekerja di perusahaan swasta profesional sebagai tenaga penilai lapangan, hingga pada tahun 2018 setelah proses seleksi yang ketat, saya mendapatkan kesempatan untuk menjadi dosen muda di almamater saya saat studi sarjana sebelumnya, Fakultas Kehutanan UGM di Yogyakarta.
Mimpi tersebut satu per satu sepertinya mulai terwujud untuk menjadi dosen dan sekolah di luar negeri. Tentu saja semua berkat dukungan keluarga dan orangtua, serta tak lain atas kuasa Tuhan yang memberikan jalan terang namun berliku menggapai mimpi yang setinggi langit tersebut.
Saya kembali mencoba melanjutkan perjuangan berikutnya studi doktoral di luar negeri, kali ini melalui LPDP Beasiswa Unggulan Dosen Indonesia (BUDI), yang hanya diperuntukkan untuk dosen yang sudah memiliki Nomor Induk Dosen Nasional.Â
Perjuangan ini tidak mudah juga ternyata. Sempat dinyatakan tidak lolos administrasi akibat dokumen Bahasa Inggris yang tidak sesuai, namun saya perjuangkan melalui tiket bantuan LPDP untuk mengkonfirmasi bahwa disebutkan dalam Buku Panduan BUDI 2018 yaitu "terdapat pengecualian persyaratan dokumen Bahasa Inggris untuk lulusan luar negeri yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris dalam jangka waktu 2 tahun sejak ijazah diterbitkan".Â
Alhamdulillah perjuangan membawa hasil yang menggembirakan, saya diikutkan dalam ujian seleksi besama dengan Beasiswa Santri LPDP 2018 yang perdana pada saat itu dengan lokasi tes di Surabaya. Bertemu para santri saat tes memberikan kesejukan dan semangat yang berbeda untuk terus memperjuangkan mimpi.
Hingga pada akhir tahun 2018 saya dinyatakan diterima beasiswa tersebut dan tahun berikutnya dipanggil untuk mengikuti Persiapan Keberangkatan (PK)-143 bulan April 2019, di mana pada saat yang bersamaan, saya sudah memiliki agenda lain yang sudah direncanakan sebelumnya, yaitu umroh.
Kita ketahui bersama bahwa PK sifatnya wajib bagi semua awardee LPDP, dan setiap peserta hanya mendapat kesempatan satu kali untuk mengikuti kegiatan selama seminggu tersebut, dengan konsekuensi gugur sebagai penerima beasiswa jika tidak mengikutinya.Â