Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kematian....

6 April 2023   10:40 Diperbarui: 6 April 2023   10:48 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu kali di tahun dua ribu sembilan belas penulis pernah bertemu dengan seseorang yang rasanya pengin segera mati. Mungkin karena merasa sudah bosan hidup atau hal lain, entahlah. Tetapi memang selain usianya yang sudah cukup lanjut, sekitaran delapan puluh lima tahun, orang ini juga sudah ditinggal oleh orang-orang seangkatannya. Padahal di dalam keluarga masih ada orang-orang yang dikasihinya. Sekalipun tidak tinggal dalam satu rumah.

Bisa jadi kejadian-kejadian seperti ini banyak terjadi di sekeliling kita. Kenyataan kondisi demikian ini, dirasa bagi sebagian orang adalah hal yang sepele. Tetapi tidak demikian dengan orang yang menjalaninya. Karena keadaan seperti ini sama halnya sebuah siksaan, terlebih siksaan batin. Pernah tidak kita mencoba belajar menyelami orang yang sedang menghadapi keputusasaan seperti ini ? Ini seperti membawa kita ke masa depan yang belum terbaca.

Ketika kemudian penulis dan kawan-kawan datang menjenguk dan mencoba berinteraksi dengan orang tua ini, ada sedikit perubahan di raut wajahnya. Yang tadinya kami mencoba mengajak berbicara, malah sekarang posisinya berganti. Orang tua ini yang banyak bercerita tentang kenangan masa lalunya. Memang, dilihat secara kondisi fisik di usianya yang mencapai saat ini, terbilang hebat. Pendengaran masih baik, penglihatan masih bagus dibantu dengan kacamata. Juga bicaranya masih tertata, sekalipun berirama pelan, karena giginya sudah tidak komplit lagi.

Dan seperti membuka kenangan album lamanya. Orang tua ini bercerita tentang masa mudanya, saat lagi nakal-nakalnya, sampai bercerita tentang pengalamannya bekerja di sebuah bank ternama sebagai salah satu pejabatnya. Tidak berasa sudah dua jam kami sudah menjadi pendengar orang tua ini, layaknya kami sedang menjadi pendengar setia radio pensiunan yang saat ini sedang mengudara di langit Indonesia.  Dan kami saat itu berasa seakan dibawa ke sebuah kondisi masa depan yang entah kapan akan terjadi, tetapi ini pasti terjadi.

pexels-pixabay-161280
pexels-pixabay-161280

Sepenggal ungkapan yang orang tua ini katakan, aku tidak perlu lagi kekayaan, karena sampai saat ini apa yang dibutuhkan oleh orang tua ini, semua disediakan oleh anak-anaknya yang kondisi ekonominya cukup mapan. Pertanyaanya yang kemudian muncul adalah, mengapa orang tua ini jadi punya keinginan segera masuk ke ranah kematian saja ? Apa yang kurang ?

Menjadi menarik di balik kisah nyata yang ada di hadapan penulis saat itu. Karena ternyata buat seorang manusia, apalagi yang sudah lanjut usia, yang diperlukan adalah perhatian dan kasih sayang dari lingkungan di sekitarnya. Perlu sekali ada orang-orang yang bisa dijadikan pendengar dan tempat curahan hati tanpa dijeda ataupun di sela-sela dalam pembicaraan.

Sebuah pembuktian terbalik, yang biasanya terjadi pada sikap seorang anak kepada orang tuanya. Dengan mengandalkan kekuatannya sendiri dan kekayaannya, dirasa sudah cukup untuk membahagiakan orang tuanya dengan cara mengirimkan sejumlah uang bulanan sebagai wujud kasihnya. Atau mungkin membelikan barang-barang mewah yang belum pernah dipakai orang tuanya, itu bisa menghibur kesepian orang tuanya. Ternyata tidak.

pexels-zhanzat-mamytova-1736366
pexels-zhanzat-mamytova-1736366

Memang ada fakta tertulis, bisa jadi untuk tolok ukur menjemput akhir jaman. Begini. Dan pada masa itu orang-orang akan mencari maut, tetapi mereka tidak akan menemukannya, dan mereka akan ingin mati, tetapi maut lari dari mereka. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, sejauh manakah kita larut dalam masalah dan rela menyiksa diri sehingga timbul rasa putus asa dan berkeinginan mengakhiri hidup ini ? Seperti kisah orang tua di atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun