Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pendapat....

29 Maret 2023   10:00 Diperbarui: 29 Maret 2023   10:00 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels-byron-sullivan-5664491

Sekitar tahun dua ribu delapan belas, penulis pernah membaca sebuah artikel dari sebuah majalah terkenal yang berjudul Saya Ingin ISIS ada di seluruh dunia, dari ungkapan hati seorang Dita Siska Millenia. Saat itu memang sedang gencar-gencarnya berita masalah tersebut. Membacanya, sungguh membuat hati ini berkecamuk dan bergemuruh.

Bukan tentang pandangannya, tetapi penulis hanya mencoba berpikir secara  sederhana saja. Bagaimana seorang Dita tidak bisa memilah hal-hal yang sesungguhnya terjadi di alam nyata dan menjadikannya dia seorang yang radikal. Seakan tidak lagi berdiri di atas kaki sendiri.

Maksud penulis begini. Penulis yakin bahwa pada saat pertumbuhannya, orang tuanya tentu saja menanamkan hal-hal yang baik untuk masa depannya kelak. Tetapi tidak dengan pergaulan dan komunitasnya, yang sama sekali tidak diantisipasi olehnya. Karena disinilah peran orang tua menjadi sangat terbatas dan berbanding terbalik dengan derasnya doktrin lewat media sosial. Apa yang didapat dari orang tuanya bisa bertolak belakang dengan yang didapat dari komunitasnya.

Disinilah kunci persoalannya yang seringkali terjadi hingga saat ini. Banyaknya tawuran antar remaja, perseteruan sesama geng motor, ataupun perang sarung seperti yang terjadi di Blitar maupun di kota lain yang dilansir beberapa media akhir-akhir ini. Mau tidak mau membuat hati kita terhenyak sambil mengelus dada.

pexels-david-cassolato-818563
pexels-david-cassolato-818563

Derasnya arus komunikasi dan demikian lajunya teknologi berkembang, seperti menjadikan ladang peperangan. Di satu sisi anak-anak muda diperhadapkan dengan masukan dan pendapat dari para orang tua maupun dari teman sebayanya. Di sisi lain komunikasi antar media yang belum tentu kebenarannya seolah mencuci otaknya.

Sejarah pernah mencatat lewat kitab suci, ketika sekelompok manusia mencoba menyampaikan uneg-unegnya, karena sebuah masalah di negerinya, kepada seorang raja muda. Sebuah dialog terjadi. Ayahmu telah memberatkan tanggungan kami, maka sekarang ringankanlah pekerjaan yang sukar yang dibebankan ayahmu dan tanggungan yang berat yang dipikulkan kepada kami, supaya kami menjadi hambamu.

Ada masukan positip dari kaum tua-tua yang bisa menjadi landasan sebetulnya. Karena mereka berkata kepadanya, jika engkau mau berlaku ramah terhadap rakyat itu, mau menyenangkan mereka dan mengatakan kata-kata yang baik kepada mereka, maka mereka menjadi hamba-hambamu sepanjang waktu. Sebuah masukan yang bagus tentu saja.

pexels-moussa-idrissi-9208234
pexels-moussa-idrissi-9208234

Tetapi tidak demikian pendapat dan masukan kaum muda, yang belum banyak makan asam garam. Sebuah masukan yang cukup ekstrim pada jamannya. Demikian, kelingkingku lebih besar dari pada pinggang ayahku ! Maka sekarang, ayahku telah membebankan kepada kamu tanggungan yang berat, tetapi aku akan menambah tanggungan kamu, ayahku telah menghajar kamu dengan cambuk, tetapi aku akan menghajar kamu dengan cambuk yang berduri besi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun