Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Malas?

10 Januari 2023   05:10 Diperbarui: 10 Januari 2023   05:24 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels-acharaporn-kamornboonyarush-1028741

Beberapa waktu yang lalu, saya pernah didatangi petugas kelurahan yang mendata jumlah warganya, untuk keperluan sensus penduduk. Terjadilah dialog antar waktu. Saat menanyakan pendidikan anak-anak saya, sambil menulis petugas sensus berkata, ketiga anaknya sudah jadi sarjana S1, koq bapaknya nggak ? Melanjutkan lagi, bapak kerja jadi PNS ? Dalam hati saya berkata, emang ada yang salah ya…?  Kita pernah membaca dan mendengar lewat media elektronik, di luar sana ada seorang manusia yang diwisuda jadi sarjana S1, padahal orangtuanya (bapaknya) hanyalah seorang tukang becak . Di benak kita bisa bayangkan, bagaimana bapak ini terus bekerja sedemikan rupa dan berupaya sekuat tenaga untuk menjadikan anaknya seorang sarjana. Bisa jadi hari-harinya terus diisi dengan mengayuh becaknya, tidak kenal lelah dan tidak kenal waktu. Bahkan bisa jadi tidurnyapun di atas becaknya. Urat rasa malasnyapun sudah dimatikan seakarnya, untuk mencapai tujuan dan memompa motivasi diri sendiri demi kemajuan anaknya.

Perjalanan hidup yang demikian majemuk dan penuh hiruk pikuk, seringkali membuat pekerjaan yang biasa dilakukan seperti sebuah ritual rutinitas belaka. Boro-boro mau berkreasi atau berekreasi. Yang timbul justru rasa malas dan jenuh. Ketika ini terjadi maka bisa berpengaruh ke dalam hubungan keluarga.   

Berkaca dari kisah di atas, rasanya kita perlu meniru bapak tukang becak itu. Sekalipun kadangkala ada rasa malas yang menggayuti diri kita, entah karena ada persoalan ekonomi, kesehatan, beban pekerjaan ataupun masalah dalam keluarga. Sehingga hal ini bisa membuat kita malas berangkat kerja. Bahkan mungkin untuk melakukan ibadahpun sudah demikian malas.

pexels-joesgandos-14666180
pexels-joesgandos-14666180
Di satu sisi, kita berupaya untuk tetap harus “on”. Karena rasa malas bergerak kalau diturutin bisa membuat jasmani dan rohani kita menjadi lumpuh. Jadi bagaimana ? Apakah kita perlu minum obat kuat agar tetap strong, ataukah perlu fitness agar otot-otot kita makin kuat ? Disinilah kita kadangkala lupa, bahwa di atas langit masih ada langit.

Alkisah, ada seorang petani yang memikul hasil panennya di kedua bahunya, berjalan kaki untuk menjual hasil panennya. Cukup jauh rute yang akan di tempuh. Ketika kemudian ada seorang sopir truck yang baik hati menolong sang petani agar naik ke trucknya, agar si petani tidak kecapaian berjalan kaki. Tetapi apa yang terjadi ? Di atas truck yang sudah berjalan si petani tetap berdiri sambil memikul hasil panennya di kedua bahunya.

pexels-pixabay-235731
pexels-pixabay-235731

Apa yang sedang terjadi sesungguhnya? Apakah si petani tidak percaya akan kebaikan hati sopir truck ? Ataukah si petani memang berkutat dengan rasa malasnya untuk melepas pikulan itu ? Rasanya kita perlu berhitung ulang akan sebuah perjalanan hidup, yang adangkalanya membuat kita tertawa sendiri dan menyadari akan kemalasan dan kebodohan kita.

Kadangkala kita memang berusaha keras untuk mendapatkan sesuatu dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Lupa kalau rejeki itu datangnya dari Sang Pencipta. Semua sudah diatur dan dijadual sedemikan rupa. Tetapi kita masih hidup layaknya petani yang tetap memikul beban, sekalipun sudah di atas truck. Bahkan karena sudah merasa rutinnya, ada rasa malas untuk menurunkan beban di pundaknya. Sedemikian rupanya ini terjadi, rasanya tidak salah kalau ada benang merah antara malas dan pengandalan diri sendiri.

Hari ini kayaknya kita perlu menjadual ulang tatanan kehidupan kita. Masih perlukah jam tayang malas ditampilkan, atau cukup berkaca dan berkata, Tuhan tolong saya....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun